Jumat, 10 Juli 2009

Hanya Sebuah Kisah

Last day; aku menerima konsultasi dari seseorang yang telah menerima pelayanan dari seorang Advokat dan telah pula membayar jasa Advokat berupa sejumlah uang senilai Rp 20 juta. Mungkin, bagi beberapa kalangan Advokat jumlah uang segini tidak seberapa dan bisa didapatkan hanya dalam waktu sekejap belaka. Tapi, bagi masyarakat yang telah menyetorkan uang tersebut yang hanya berprofesi sebagai petani, uang sejumlah demikian bukanlah uang yang sedikit.
Seiring dengan telah ditandatanganinya Surat Kuasa Khusus (SKK) dengan Advokat tersebut, sang klien hanya menunggu dan menunggu agar kasus yang dialaminya dapat terselesaikan sesuai dengan harapan yang ditumpukan kepada sang Advokat. Tapi, apa lacur, ternyata setelah menunggu lebih dari 2 bulan, sang Advokat sama sekali tidak tidak menyinggung apalagi menyelesaikan kasus hukum yang dihadapinya. Bahkan,s ang Advokat sama sekali tidak pernah menghubunginya lagi.
Karena kondisinya yang sudah mulai terdesak karena kasus ini berhubungan dengan masalah pidana, dimana sang klien bisa dilakukan penahanan oleh Kepolisian, maka sang klien mencoba untuk menghubungi sang Advokat tersebut.
Namun jawaban yang diterima oleh sang klien sama sekali tidak memuaskan dirinya. Sang Advokat sama sekali tidak mau menangani perkaranya tersebut dan ternyata selama ini perkara tersebut tidak tersentuh oleh Sang Advokat.
Sang Klien pun meradang dan mencoba untuk meminta uangnya kembali, ataupun kalau tidak kembali seutuhnya, minimal uang tersebut bisa kembali separuhnya saja (atau Rp 10 juta) agar sang Klien dapat mencari Advokat lain guna menangani dan mengurus kasusnya tersebut.
Namun bukannya uang yang telah disetor kepada Sang Advokat tersebut malah sang Advokat menjawab," Anda masih memiliki hutang kepada saya. Anda terdiri dari 6 orang dan satu suratk kuasa saya senilai Rp 5 juta, jadi Anda masih memiliki hutang sebesar Rp 10 juta,".
Terkejut sang klien mendengarnya. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi pada dirinya. apakah seperti ini kerjaan Advokat yang hanya memeras dan memenfaatkan permasalahan masyarakat demi keuntungan pribadinya belaka.
Apa lacur, harapan uang kembali dari sang advokat sama sekali tidak terpenuhi dan akhirnya sang klien hanya mampu berjalan gontai pulang ke rumahnya kembali.
Akhirnya sang klien menemui saya dan menceritakan semua ini serta meminta jalan keluarnya terbaik kepada saya.
Saya menyebutkan apakah dia menerima tanda terima uang dari Sang Advokat dan adakah saksi waktu penyerahan uang tersebut. Kembali lacur, ternyata uang yang diserahkan tersebut sama sekali tanpa tanda terima dan tidak ada saksi sama sekali.
Akhirnya aku hanya menyebutkan kepada Sang Klien tersebut, terlalu susah untuk memperkarakan si Advokat Nakal karena tidak ada bukti sama sekali, padahal kalau kita ingin melaporkan Advokat Nakal tersebut minimal kita memiliki dua alat bukti dan minimal pula harus memiliki 2 (dua) orang saksi yang melihat langsung.
Akhirnya Sang Klien ini hanya pasrah dan menerima begitu saja nasib yang menimpa dirinya.
Oh, kasihannya nasibmu Sobat. Maafkan daku tidak bisa membantumu secara maksimal.
JUSTITIA VOOR IEDEREN

Sabtu, 04 Juli 2009

PILPRES Sebuah Kegamangan Politik Negeriku

Beberapa hari lagi PILPRES akan berlangsung dan hanya menunggu hari. Dari ketiga calon yang mengunggulkan diri masing-masing, terlihat sekal program yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan program-program yang pernah ditawarkan oleh beberapa pasangan capres yang maju untuk merebut TAHTA RI 1 dan RI 2 sejak Reformasi di negeri ini bergulir. Dan setiap kali pula, janji-janji yang diucapkan hanya tinggal sebuah janji tanpa mampu memberikan hasil maksimal bagi kepentingan dan kemaslahatan rakyat.
Hukum tetap menjadi satu bagian yang tidak tersentuh secara maksimal - kalau tidak ingin dikatakan ditinggalkan- dari berbagai pilihan seperti politik dan ekonomi. Dan, hukum seakan hanya menjadi semacam alat bagi legitimasi kekuasaan dan kepentingan ekonomi sesaat belaka.
Padahal, berbicara mengenai kehidupan ketatanegaraan, maka HUKUM adalah sebuah pilihan mutlak untuk dijadikan PANGLIMA. Ketika HUKUM hanya menjadi sub ordinasi dari politik dan atau eknomi, maka percayalah bahwa KEJAYAAN suatu bangsa hanya akan tinggal cerita belaka.
Cukup sudah Orde Lama yang menjadikan POLITIK sebagai PANGLIMA terkubur dalam ingatan dan kenangan sejarah belaka dan menjadi pelajaran belaka.
Jangan diulangi kembali Orde Baru yang menjadikan EKONOMi sebagai PANGLIMA dan biarkan terkubur bersama Para Pahlawan Reformasi yang telah mengorbankan jiwa dan raganya.
Kini, saatnya HUKUM mengambil peran sebagai PANGLIMA. Tapi mungkinkah hal ini terjadi?
Atau ini semua hanya Mimpi Belaka......
Catatan ini tidak ingin mendiskreditkan masing-masing capres yang maju dalam PILPRES 2009 ini, tapi hanya sekedar pikiran sesaat anak bangsa yang melihat carut marut politik di negeri ini sudah berada pada titik nadir yang kemungkinan besar akan membawa bangsa ini "MATI SURI".....
PEACE.....