Sabtu, 17 Desember 2011

HUKUM YANG BERKEADILAN

Catatan Ringkas Penegakan Hukum Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) yang dianggap sebagai master piece anak bangsa dalam produk perundang-undangan, banyak pihak berahap penegakan hukum – khususnya hukum pidana – menuju ke arah yang lebih baik dan bermartabat. Penegakan hukum yang baik dan bermartabat diharapkan mampu memberikan keadilan bagi semua pihak dan golongan, yang tentunya bukan hanya bagi para korban dugaan tindak pidana melainkan juga keadilan dan perlindungan hak-hak hukum bagi setiap orang yang disangka dan/atau diduga melakukan suatu tindak pidana. KUHAP sendiri memberikan batasan sangat kuat untuk melindungi hak-hak tersangka dan/atau terdakwa agar tidak ada lagi tindakan aparatur penegak hukum yang tidak berperikemanusiaan dalam penanganan suatu dugaan tindak pidana. Semua ini berangkat dari pertimbangan bahwa pada dasarnya tersangka dan/atau terdakwa bukan sekedar obyek dalam penegakan hukum pidana melainkan salah satu subyek hukum pidana itu sendiri. Selain itu, hal ini sangat erat kaitan dengan asas hukum pidana yang menegaskan “seorang tersangka/terdakwa tidak boleh dinyatakan bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” atau dikenal dengan istilah “praduga tidak bersalah” sehingga dirasa perlu aturan hukum acara yang mampu memberikan perlindungan fundamental terhadap hak-hak tersangka/terdakwa. Diperlukannya produk perundang-undangan untuk melindungi hak-hak tersangka/terdakwa dalam proses peradilan pidana merupakan prinsip yang harus selalu dikedepankan guna tercapainya keseimbangan posisi antara para pihak dalam perkara pidana untuk menghasilkan putusan yang berkeadilan. Meski demikian, pemenuhan hak-hak fundamental tersangka/terdakwa bukanlah dasar untuk memberikan kebebasan tersangka/terdakwa dan kemudian akan menimbulkan kerugian terhadap korban atau keseimbangan masyarakat itu sendiri. Namun, kenyataan dilapangan tidaklah seindah untaian kata-kata serta buaian manis pasal-pasal KUHAP. Ternyata, masih banyak praktek penegakan hukum dalam proses peradilan pidana yang sangat mengabaikan hak-hak tersangka/terdakwa hingga saat ini. Padahal, proses hukum yang adil dalam system peradilan pidana ibarat 2 (dua) sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Bahwa proses hukum yang adil merupakan jiwa atau ruh dari system peradilan pidana yang ditandai dengan perlindungan secara penuh terhadap hak-hak asasi manusia termasuk dalam hal ini adalah hak-hak asasi tersangka/terdakwa. Akibat belum berjalan proses hukum yang adil dalam peradilan pidana, masyarakat pencari keadilan secara terus menerus tidak lagi percaya terhadap institusi hukum. Ujung-ujungnya, saat ini beberapa masyarakat mulai menampakkan serta memberikan tekanan pada institusi penegak hukum baik itu kepolisian, kejaksaan, peradilan dan advokat. Tekanan yang diberikan masyarakat bisa berlangsung dalam skala kecil hingga skala besar dengan melakukan pelecehan terhadap proses persidangan ataupun pengrusakan kantar-kantor institusi penegak hukum yang dianggap sebagai representasi penegak hukum. Hal ini karena makin kuatnya rasa kecewa pencari keadilan akibat tindakan aparatur penegak hukum yang telah menjauh dari nilai keadilan. Pada dasarnya, dalam penegakan hukum pidana selalu ada 2 (dua) aspek yang saling berbenturan yaitu aspek individu dengan aspek kepentingan umum. Pada kepentingan individu akan selalu menghendaki adanya kebebasan pribadi tapi disisi lain aspek kepentingan umum menghendaki terciptanya social orde sebagaimana termaktub dalam aturan hukum. Dengan perbenturan dua aspek ini, sangat diperlukan harmonisasi guna terciptanya keseimbangan menuju ketertiban dan keadilan. Dalam hal ini, idealnya pada suatu proses peradilan pidana, penegak hukum haruslah mempertimbangkan tujuan hukum itu sendiri yaitu; kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Tapi, kenyataannya agar terpenuhinya ketiga tujuan hukum ini sangat mustahil karena seringnya perbenturan antara masing-masing tujuan hukum tersebut. Untuk itu, diperlukan aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, peradilan dan advokat) yang mampu berpikir serta bertindak holistic dan bukan sekedar corong undang-undang yang malah melupakan pokok dari hukum itu sendiri. Untuk mewujudkan aparatur penegak hukum yang berpikir dan bertindak holistic bukanlah pekerjaan mudah karena telah berurat dan berakarnya pola pikir aparatur penegak hukum yang jauh dari nilai-nilai holistic. Dalam hal ini, diperlukan aparatur penegak hukum dengan mentalitas baik serta selalu menjunjung tinggi sumpah profesinya masing-masing. Bagaimanapaun baiknya produk perundang-undangan tanpa mentalitas baik aparatur penegak hukum maka penegakan hukum yang bermartabat dan berkeadilan tidak akan pernah mampu diwujudkan dan hanya sekedar menjadi teori perkuliahan semata di bangku-bangku fakultas hukum negeri ini. Adagium hukum telah jelas menggambarkan hal ini “perudang-undangan yang baik dengan aparatur penegak hukum yang jelek maka akan menghasilkan penegakan hukum yang jelek pula serta perundang-undangan yang jelek dengan aparatur penegak hukum yang baik akan menghasilkan penegakan hukum yang baik”. Tapi, alangkah lebih baiknya apabila kita semua mampu mewujudkan “perundang-undangan yang baik dengan penegak hukum yang baik demi terwujudnya penegakan hukum yang bermartabat dan berkeadilan”.

Kamis, 17 November 2011

GUGAT CERAI

Persiapan Menghadapi Sidang Kasus Perceraian Jika anda akan menghadapi sidang untuk kasus perceraian, baik di Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama, ada beberapa hal yang perlu anda ketahui. 1.Mendapatkan nasehat hukum : Jika anda tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hukum, ada baiknya anda meminta nasehat hukum dari seorang pengacara, konsultan hukum atau orang yang sudah berpengalaman. Jangan menganggap remeh persoalan yang anda hadapi, meskipun kasus yang anda hadapi tidak terlalu rumit, karena konsekuensi hukum yang anda hadapi nantinya mengikat dan bersifat memaksa. Oleh karena itu, jangan menunda sampai saat-saat terakhir putusan majelis hakim akan dijatuhkan atau saat posisi anda sudah terjepit. 2.Beberapa hal yang penting untuk ditanyakan : Banyak hal yang dapat anda tanyakan kepada pihak-pihak yang lebih mengetahui tentang proses hukum, antara lain tentang:  Hal-hal yang harus dipersiapkan, jika anda mewakili diri sendiri dalam sidang  Mendiskusikan tentang penyebab/alasan mengapa anda memutuskan bercerai dengan suami atau isteri anda  Bila anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum) di pengadilan, apakah hal itu akan berpengaruh pada putusan hakim?  Biaya yang harus dikeluarkan, jika anda memakai jasa pengacara (kuasa hukum)  Garis besar proses hukum yang akan anda hadapi di pengadilan  Lama waktu yang dibutuhkan untuk proses hukum kasus yang anda hadapi Sebelum meminta nasehat hukum, sebaiknya anda menyiapkan terlebih dulu surat-surat penting mengenai kasus anda (antara lain: surat nikah asli dan fotokopinya yang telah dibubuhi meterai dan dinazegelen dari Kantor Pos di wilayah anda ajukan perceraian, fotokopi akta kelahiran anak (bila memiliki anak hasil perkawinan) yang dinazegelen di kantor pos, fotokopi KTP, fotokopi Kartu Keluarga, dll). Selain itu, biasanya kasus perceraian disertai pula dengan masalah pembagian harta gono-gini (apabila dalam perkawinan anda memiliki harta gono gini), sehingga ada baiknya anda menyiapkan surat-surat yang terkait dengan dengan harta benda perkawinan seperti akta jual-beli, sertifikat, kwitansi, bon jual-beli, surat bukti kepemilikan dan semacamnya. Hal ini untuk memudahkan anda dan penasehat hukum anda memahami persoalan hukum yang sedang anda hadapi. Setelah anda memahami persoalan anda, diharapkan anda sudah dapat mengambil keputusan apakah akan meminta bantuan pengacara atau kuasa hukum sebagai wakil anda di pengadilan, atau anda memutuskan untuk mewakili diri anda sendiri, tanpa didampingi pengacara. 3.Dimana anda bisa mendapatkan nasehat & bantuan hukum? Anda dapat meminta nasehat hukum dari seorang konsultan hukum atau pengacara, dengan kebebasan memilih untuk didampingi/tidak oleh mereka dalam sidang pengadilan nanti. Jika anda tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar seorang pengacara, ada beberapa lembaga yang dapat anda mintai bantuan dengan tanpa membebani biaya yang berlebihan kepada anda. Lembaga yang sifatnya nirlaba ini, — misalnya Lembaga Bantuan Hukum terdekat di wilayah anda — biasanya akan mempertimbangkan bagaimana kondisi anda, baik kondisi ekonomi maupun psikologis. Jika anda menginginkan nasehat hukum atau bantuan hukum dari pengacara swasta, jangan segan menanyakan biaya yang akan dikeluarkan. Juga jangan ragu untuk menanyakan kepada pengacara lain yang berbeda, jika biaya yang dikenakan terlalu mahal. Ingat! Anda mempunyai hak penuh untuk memutuskan dan memilih siapa yang akan menjadi penasehat hukum atau kuasa hukum yang anda anggap paling sesuai. 4.Yang harus anda siapkan sebelum ke pengadilan : a. Bila tanpa didampingi Pengacara :  Mempersiapkan surat gugatan; Setelah anda memahami segala sesuatunya (sudah meminta bantuan saran/nasehat dari pihak yang paham soal ini), anda dapat mempersiapkan surat gugatan anda sendiri (langkah-langkah pembuatan surat gugatan dapat anda tanyakan pada pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri dimana anda hendak ajukan perceraian tentang Prosedur Mengajukan Gugatan Perceraian di Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri) dan pada saat ini gugatan cerai harus diajukan secara tertulis untuk didaftarkan kepada pengadilan dengan melakukan kopi terhadap gugatan asli sebanyak 7 (tujuh) rangkap.  Menyiapkan uang administrasi yang jumlahnya berkisar antara Rp. 500.000.- (lima ratus ribu rupiah) s/d Rp 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) yang nantinya harus anda bayarkan ke rekening bank pengadilan yang dituju dan bukti pembayaran yang ditransfer melalui bank ini anda serahkan ke bagian pendaftaran gugatan di pengadilan. Anda akan menerima SKUM (Surat Keterangan Untuk Membayar) setelah membayar.  Mempersiapkan apa yang akan anda katakan di pengadilan tentang kasus anda. Untuk mempersiapkannya, disarankan agar anda berdiskusi kembali dengan orang-orang/pihak yang memahami soal ini.  Mempersiapkan bukti-bukti dan saksi-saksi b. Bila didampingi Pengacara  Jika anda memilih untuk didampingi pengacara, terlebih dulu pengacara anda membuat Surat Kuasa Khusus yang harus anda tandatangani. Surat Kuasa Khusus adalah surat yang menyatakan bahwa anda (sebagai pemberi kuasa) memberikan kuasa kepada pengacara anda (sebagai penerima kuasa) untuk mewakili anda dalam pengurusan kasus anda, mulai dari pembuatan surat-surat seperti surat dakwaan, beracara di muka sidang pengadilan, menghadap institusi atau orang yang berwenang dalam rangka pengurusan kasus anda, meminta salinan putusan pengadilan dan sebagainya.  Menyiapkan Surat Gugatan. Bila anda sudah menandatangani Surat Kuasa, maka selanjutnya pengacara (kuasa hukum) yang akan mengurus pembuatan Surat Gugatan dan surat-surat lainnya yang dibutuhkan selama proses hukum berjalan.  Siapkan uang untuk pembayaran pengacara anda bila pengacara yang anda minta bantuannya adalah pengacara yang dibayar, dimana tarif dari masing-masing kantor pengacara bisa berbeda-beda dengan kisaran tarif perceraian umumnya disekitaran nilai Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) s/d Rp 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah). Yang penting juga harus anda perhatikan:  Persiapkan mental anda  Usahakan tidak terlambat ke pengadilan karena dapat mempengaruhi jalannya sidang  Berpakaian sopan dan rapi. 5.Di ruang sidang pengadilan : a. Yang mungkin ditanyakan hakim  Dalam sidang pertama, hakim biasanya akan melakukan upaya perdamaian. Di sidang ini hakim akan bertanya apakah kedua pihak yang bersengketa akan mengadakan perdamaian/tidak?  Dalam proses pemeriksaan, hakim dapat menanyakan masalah-masalah yang terkait dengan gugatan, apakah ada keberatan dari para pihak/tidak?  Sebelum putusan dijatuhkan hakim, hakim dapat bertanya apakah ada hal-hal lain yang ingin disampaikan para pihak? Misalnya hak untuk mengasuh anak di bawah umur atau menemui anak, jika sebelumnya mendapat halangan untuk bertemu. b. Siapa saja yang berhak hadir di persidangan?  Hakim: yaitu orang yang memimpin jalannya sidang, memeriksa, dan memutuskan perkara  Panitera: yang bertugas mencatat jalannya persidangan  Anda, sebagai pihak yang mengajukan gugatan, disebut Penggugat/Kuasa hukumnya  Suami Anda, sebagai pihak yang digugat, disebut Tergugat/Kuasa hukumnya 6.Apa hak anda sebagai Pemohon/Penggugat?  Didampingi pengacara sebagai kuasa hukum di pengadilan  Bertanya dan menjawab mengenai perkembangan kasusnya baik kepada kuasa hukumnya, maupun kepada hakim  Mendapat salinan surat keputusan pengadilan (dapat melalui kuasa hukumnya)  Mendapat perlakuan yang sama di muka hukum, tanpa dibedakan berdasarkan suku, agama, keturunan, jenis kelamin, keyakinan politik atau status sosialnya 7.Berapa lama proses berlangsung? a. Pengadilan Tingkat Pertama (di PN atau PA) Sidang biasanya dilakukan lebih dari 6 (enam) kali, namun ada juga yang kurang dari itu. Jangka waktu yang dibutuhkan maksimal 6 (enam) bulan di tingkat pengadilan pertama (Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama) tapi karena alasan tertentu bias saja lebih dari jangka 6 (enam) bulan. b. Pengadilan Tingkat Banding dan Kasasi (di PT dan Mahkamah Agung) Waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu perkara hingga tingkat banding dan kasasi berbeda-beda. Namun secara umum hingga awal proses pengadilan tingkat pertama hingga kasasi di Mahkamah Agung bisa memakan waktu 3-5 tahun. Demikian sekelumit catatan persiapan yang harus dilakukan dalam menghadapi sidang perceraian bagi Penggugat/Pemohon. Semoga Bermanfaat. Untuk informasi lebih lanjut, anda bias hubungi : Noor Aufa, SH (Aufa) Kantor Advokat AUFA & Partners Jalan Singosari No. 18 Kel. Rejowinangun Selatan Kec. Magelang Selatan Kota Magelang Jawa Tengah Indonesia (56124) Hp :+6285292061777 YM : noor.aufa@yahoo.co.id FB : Noor Aufa (aufa.lawyer@gmail.com) PIN BB : 27C8C9F5

Kamis, 21 Juli 2011

Sekedar Catatan

Beberapa hari hari terakhir ini, sebagian besar rakyat di negeri ini seakan dijejali berbagai pemberitaan tentang boboroknya sistem perpolitikan dan kepartaian di negara ini dengan adanya "Nyayian Sang Nazar" yang telah kabur entah kemana. "Sang Nazar" terus bernyanyi dengan bebas dan lepas serta merdunya, tetapi menimbulkan kesumbangan bagi para pelaku politik papan atas lainnya di tubuh Partai Demokrat. Tak tanggung-tanggung, "Nyanyian Sang Nazar" langsung menohok meunuju pusat kekuasaan Partai Demokrat "Si Anas Urbaningrum". "Anas yang demikian kalemnya dan bersahaja, seakan ditelanjangi dengan terbuka oleh "Sang Nazar".
Berkaca dari "Nyanyian Sang Nazar", menimbulkan kebingungan ditangah-tengah masyarakat, terutama sekali para kader dan simpatisan partai yang berlambang mirip sebuah ikon mobil mewah "Mercedes Benz".
Nuansa politik uang dalam penentuan keberlanjutan suatu kepartaian dan hidup matinya partai disuarakan lantang oleh Sang Nazar. Pemberitaan tentang ini pun hampir setiap saat dipertontonkan dan diperdengarkan ke publik. Publik mungkin tidak terlalu tersentak akan hal ini, karena semua ini seakan telah menjadi Rahasia Umum di negara yang sedang merangkak untuk belajar tentang demokrasi. Demokrasi yang kebablasan pun sering dipertontonkan oleh negeri ini.
Tidak perlu mengeluarkan pendapat atau statement " Siapa Benar atau Siapa Salah" karena inilah realita demokrasi yang memang harus dihadapi oleh semua pihak di negeri ini. Demokrasi tidak selamanya menjanjikan sebuah keindahan dan kenyamanan, apalagi saat demokrasi tidak lagi berpegang teguh pada Hukum dan Keadilan. Dan, inilah yang sedang berlangsung di negeri ini, Demokrasi Tanpa Haluan!!!!

Selasa, 21 Juni 2011

ADVOKAT: Pledooi

ADVOKAT: Pledooi: "NOTA PEMBELAAN Atas Nama Terdakwa: WANTOYO Als KAK WAN Als Gemblung Bin Suratman Dalam Perkara Pidana Nomor: 037 / Pid.B / 2011 /PN.Mgl Pa..."

Pembelaan Singkat

NOTA PEMBELAAN

Atas Nama Terdakwa:
MULYONO Als Centhol Bin SUPARDI
Dalam Perkara Pidana
Nomor: 043 / Pid.B / 2011 /PN.Mgl
Pada Pengadilan Negeri Magelang
di Kota Magelang

Oleh Penasihat Hukum:
NOOR AUFA, S.H.


PENDAHULUAN

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin sidang sekalian yang berbahagia

Bahwa setelah melalui proses persidangan yang cukup memakan waktu, tenaga dan pikiran, maka pada saat ini adalah kesempatan kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa Mulyono Bin Supardi mengajukan pembelaan atas tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum yang disampaikan pada Tanggal 20 Juni 2011 kemarin. Sebelum menginjak materi nota pembelaan ini, kiranya tidak berlebihan kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang telah melakukan pemeriksaan dalam perkara ini secara arif dan bijaksana, sehingga akan diketahui fakta-fakta sebenarnya terjadi yang akan dijadikan dasar oleh Majelis Hakim untuk memutus Perkara ini.

Demikian pula pada Jaksa Penuntut Umum yang dengan semangat dan kerja kerasnya mengajukan perkara ini serta melakukan penuntutan untuk keadilan, pantas pula kami sampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga.

Kiranya dalam pembelaan ini, mengingat fakta dan keterangan saksi telah dicatat dengan lengkap dan seksama oleh Sdr. Panitera Pengganti, maka kami beranggapan tidak perlu kami ketengahkan kembali secara terperinci dan tersendiri dalam Nota Pembelaan yang kami ajukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pengulangan yang tidak efektif, maka kami mohon agar berita acara persidangan yang telah dicatat oleh Panitera Pengganti mengenai fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan merupakan bagian dari nota pembelaan / pledooi ini dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

ANALISIS YURIDIS

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin sidang sekalian yang berbahagia

Bahwa Terdakwa Mulyono Bin Supardi diajukan ke persidangan ini karena telah didakwa oleh Rekan Jaksa Penuntut Umum melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pada ketentuan yang terdapat pada :

Dakwaan Kesatu : Melanggar ketentuan Pasal 170 ayat (1) KUHP
Dakwaan Kedua : Melanggar ketentuan Pasal 160 KUHP
Dakwaan Ketiga : Melanggar ketentuan Pasal 406 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Bahwa Rekan Jaksa Penuntut Umum pun kemudian dalam surat tuntutannya yang dibacakan dimuka persidangan yang terbuka untuk umum pada persidangan tanggal 20 Juni 2011 kemarin, telah berkeyakinan Terdakwa Mulyono Bin Supardi berdasarkan keterangan saksi-saksi melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam pada Pasal 160 KUHP sehingga menuntut Terdakwa dengan hukuman penjara selama 10 (sepuluh) bulan penjara dikurangi dengan penahanan yang telah dijalani terdakwa.

Bahwa sebelum membuktikan perbuatan terdakwa benar memenuhi dakwaan tersebut diatas, harus juga diketahui adanya unsur-unsur dari pasal yang didakwakan , dan apakah seluruh unsur-unsur tindak pidana tersebut dipenuhi oleh perbuatan terdakwa.

Bahwa dakwaan pasal 160 KUHP berbunyi sebagai berikut :

Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang.

Bahwa pasal tersebut mempunyai unsur –unsur sebagai berikut :
1. Barang siapa;
2. Di muka umum
3. Dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang

Berangkat dari tuntutan Rekan Jaksa Penuntut Umum yang mendasarkan pada Pasal 160 KUHP ini, untuk dapat menyatakan Terdakwa Mulyono Bin Supardi terbukti atau tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana pada Dakwaan Kedua, maka secara minimal yang harus diperhatikan adalah mengenai penerapan dari “fakta-fakta” dengan “strafbarehandeling” yang antara lain dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :

1. Apakah benar terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum sehubungan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dikaitkan dengan unsur Pasal 160 KUHP?
2. Apakah benar terdakwa telah menghasut baik lisan atau tulisan supaya melakukan tindak pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, atau tidak menuruti ketentuan undang-undang maupun perintahjabatan yang diberikan berdasarkan undang-undang? Dan apakah sebab-musabab-akibat dari fakta peristiwa hukum ini?
3. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana yang seharusnya dihubungkan dengan keseluruhan fakta yang terungkap di persidangan?

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin sidang sekalian yang berbahagia

Selain itu, untuk menentukan apakah Terdakwa terbukti secara syah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penghasutan sebagaimana didakwakan Rekan Jaksa Penuntut Umum kepada dirinya, maka semua unsur dari pasal yang didakwakan kepadanya harus dapat dibuktikan dengan alat bukti yang syah yang dihadapkan di depan persidangan, dimana pada pembahasan unsur-unsur ini dapat kami uraikan sebagai berikut :

Ad.1. Barang Siapa

Bahwa yang dimaksud dengan barang siapa adalah siapa saja yang menjadi subyek hukum yaitu sebagai pembawa hak dan kewajiban atau siapa pelaku dari perbuatan pidana yang dilakukan, dalam hal ini tidak lain adalah ditujukan kepada terdakwa Mulyono Bin Supardi.

Bahwa unsur Barang siapa ini sendiri merupakan elemen delict dan bukan bestandeel delict dalam suatu ketentuan yang terdapat pada pasal perundang-undangan yang tentunya harus dibuktikan Rekan Jaksa Penuntut Umum berdasarkan fakta dipersidangan dan bukan rekaan semata. Menurut hemat kami, unsur Barang Siapa haruslah dihubungkan dengan perbuatan yang telah didakwakan untuk selanjutnya dibuktikan apakah perbuatan tersebut memenuhi unsur pidana atau tidak sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal perundang-undangan yang mengaturnya. Kalau unsur perbuatan tersebut terpenuhi atau terbukti secara syah dan menyakinkan, maka barulah unsur barang siapa dapat dinyatakan terpenuhi atau terbukti apabila memang unsur barang siapa tersebut dapat ditujukan pada diri Terdakwa.

Dalam hal ini, menurut pendapat kami yang dimaksud Barang Siapa dalam dakwaan Rekan Jaksa Penuntut Umum jelas ditujukan kepada manusia atau orang sebagai subyek hukum yang berfungsi sebagai hoofdader, dader, mededader atau uitlokker dari perbuatan pidana (delict) yang telah memenuhi semua unsur dalam rumusan delik sebagaimana tertulis dan tercantum pada dakwaan dan kemudian kepadanya dapat dimintakan pertanggung jawaban pidana atas perbuatan tersebut.

Barang siapa sendiri, pada dasarnya bukanlah unsur namun dalam perkembangan praktek peradilan, kata barang siapa selalu menjadi bahasan serta ulasan baik oleh Penuntut Umum maupun Pengadilan. Barang siapa pada dasarnya mengandung prinsip persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law) sebagai asas hukum yang berlaku universal. Dan, dalam melihat unsur Barang siapa ini sendiri tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan dari konsep serta prinsip ajaran tentang prosedur pertanggungjawaban pidana kepada seseorang atau koorporasi.

Namun demikian, mengikuti dari pembahasan yang diberikan Rekan Jaksa Penuntut Umum dalam requisitor (tuntutan)-nya kepada Terdakwa Mulyono Bin Supardi, maka kami pun meletakkan pembahasan mengenai unsur Barang Siapa dalam pasal ini pada pembahasan pertama dari unsur pasal. Dan berangkat dari pembahasan serta penilaian kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa, maka pada pokoknya kami sependapat unsur Barang Siapa telah terpenuhi karena Terdakwa Mulyono Bin Supardi merupakan subyek hukum yang mampu bertanggung jawab dalam setiap tindakan hukum yang dilakukannya serta tiada alasan pemaaf ataupun pembenar yang bisa ditujukan pada diri Terdakwa Mulyono Bin Supardi.

Ad.2. Di Muka Umum

Bahwa melihat unsur kedua pasal 160 KUHP dihubungkan dengan unsur dimuka umum, maka harus nyatalah perbuatan dan tindakan yang dilakukan seseorang tersebut dilakukan atau terjadi pada suatu tempat atau lokasi yang menjadi tempat umum dan mudah diketahui orang banyak atau dapat menjadi tempat lalu lintas orang banyak dan bukanlah suatu tempat tertutup atau suatu lokasi pribadi.

Berangkat dari fakta persidangan, baik keterangan para saksi, keterangan terdakwa serta alat bukti lainnya yang diajukan di muka persidangan ini, maka nyatalah Terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan MENGHASUT di muka umum, dan kalau pun ada perbuatan yang dilakukan Terdakwa untuk mengajak teman-temannya guna mencari warga Kampung Sanden yang diduga sebagai pelaku pengeroyolan terhadap diri terdakwa dan teman-temannya di Café Bondi, bukanlah dilakukan ditempat umum melainkan dilakukan Terdakwa dengan menelpon Saksi Wantoyo serta beberapa temanya yang lain.

Ad.3. Dengan Lisan atau Tulisan Menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang

Bahwa dalam hal ini, kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa Mulyono Bin Supardi patut menyampaikan hal terkait dengan inti Pasal 160 KUHP karena dengan unsur ketiga inilah dapat disimpulkan apakah seorang terdakwa terbukti secara syah dan menyakinkan melakukan perbuatan pidana atau tidak sebagaimana diancam pasal ini. Berangkat dari ketentuan Pasal 160 KUHP, haruslah dilihat secara menyeluruh dengan menghubungkan setiap bagian-bagian dari unsur pasal ini yaitu:
1. Perbuatan dilakukan dengan sengaja yang tentunya memiliki konsekuensi perbuatan tersebut dapat dan memang terbukti dilakukan dengan suatu niat dan dilakukan dengan cara melawan hukum
2. Perbuatan dilakukan dengan adanya hasutan melakukan perbuatan pidana, kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti ketentuan UU maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar UU

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin sidang sekalian yang berbahagia

Bahwa, untuk terpenuhinya delik dalam unsur ke-3 haruslah dilakukan “dengan sengaja” yang memiliki makna perbuatan dilakukan dengan arti “tahu dan dikehendaki” oleh si pelaku tindak pidana (R SOESILO Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal-Pasalnya; POLITEIA; Bogor; 1985, h. 24)

Selanjutnya, untuk memahami pengertian “dengan sengaja” dapat diambil pada Crimineel WetBoek tahun 1809 yang mencantumkan “Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang” serta dalam Memorie van Toelichting (MvT) tahun 1881 sewaktu Menteri Kehakiman mengajukan Crimineel WetBoek (yang saat ini menjadi ketentuan pidana yang berlaku di Indonesia), dimuat bahwa kesengajaan itu adalah dengan sadar berkehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (de bewuste richting van den wil op een bepaald misdrijf) yang kemudian oleh Prof. Satochid Kartenahegara disimpulkan mengenai kesengajaan ini sebagai “seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menghendaki (willwn) perbuatan itu serta harus menginsyafi atau mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan itu.

Adapun bentuk-bentuk kesengajaan sendiri, kita mengenal 3 (tiga) jenis yang tentunya berguna untuk menjelaskan dan membuktikan kesengajaan bagaimanakah yang telah dilakukan terdakwa dalam dugaan tindak pidana, yaitu :

1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)

Kesengajaan ini sendiri harus dilakukan pelaku tindak pidana dengan “maksud” (oogmerk) yang dibedakan dengan “motif” suatu perbuatan. Sehari-hari, motif diidentikkan dengan tujuan. Agar tidak timbul keragu-raguan, diberikan contoh sebagai berikut :

2. Kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet als zekerheids bewustzijn)

Dalam kesengajaan bentuk ini, si pelaku (doer or dader) mengetahui secara pasti atau yakin benar bahwa selain akibat dimaksud, akan terjadi akibat lain dan menyakini dengan pasti bahwa dengan melakukan perbuatan itu, pasti akan timbul akibat lain.

3. Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (dolus eventualis)

Dalam bentuk kesengajaan ini si pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain yang juga dilarang dan diancam oleh undang-undang
(lihat, Leden Marpaung; Asas – Teori – Praktik HUKUM PIDANA; Sinar Grafika; Jakarta; Mei 2005; h. 15 – 16)



Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin sidang sekalian yang berbahagia

Berangkat dari penjelasan diatas, dalam hal ini kita harus melihat kesengajaan yang bagaimanakah yang telah dilakukan terdakwa Mulyono Bin Supardi dihubungkan dengan dakwaan-dakwaan yang ditujukan kepadanya oleh Rekan Jaksa Penuntut Umum serta dihubungkan dengan fakta-fakta dipersidangan selama ini, baik dari alat-alat bukti, keterangan-keterangan saksi serta keterangan terdakwa sendiri.

Bahwa, berangkat dari fakta-fakta persidangan dan dihubungkan dengan unsur utama dalam pasal ini yaitu “dengan sengaja” dapatlah kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menarik kesimpulan perbuatan Terdakwa Mulyono Bin Supardi sama sekali tidak memenuhi unsur “dengan sengaja” dengan alasan-alasan yang diangkat dan diambil dari fakta persidangan yang dengan jelas memperlihatkan secara nyata dan gamblang sama sekali tidak ada oogmerk dari Terdakwa Mulyono Bin Supardi untuk melakukan hasutan melakukan perbuatan pidana ataupun kekerasan terhadap penguasa umum.

Bahwa, peristiwa ini terjadi pada awalnya oogmerk bukanlah dari Terdakwa melainkan karena adanya desas-desus akan diadakannya balas dendam oleh kelompok warga Karang Gading akibat peristiwa pengeroyokan terhadap diri terdakwa dan beberapa temannya di Karaoke Bondi, tapi terdakwa sendiri baik secara nyata melalui lisan atau tulisan sama sekali tidak melakukan perbuatan tindak pidana ini. Dan ternyata, memang terbukti di persidangan.

Bahwa selain itu, unsur ketiga dari Pasal 160 KUHPini, kami selaku penasihat hukum Terdakwa Mulyono Bin Supardi, melihat setiap perbuatan pidana/tindak pidana atau delik tentunya haruslah memenuhi unsur dengan melawan hukum baik dinyatakan secara tegas pada pasal perundang-undangan ataupun tidak disebutkan dengan tegas. Oleh karena itu, maka baik Rekan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya, Penasihat Hukum pada pledooinya dan Majelis Hakim pada putusannya haruslah mengkaji dan mebahas mengenai terpenuhi atau tidak terpenuhi unsur dengan melawan hukum sehingga seorang terdakwa dapat dijatuhi atau tidak dijatuhi sanksi pidana sesuai dengan peaturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehubungan dengan perkara yang didakwakan kepada Terdakwa Mulyono Bin Supardi oleh Rekan Jaksa Penuntut Umum dan kemudian telah menuntut Terdakwa dengan hukuman 10 (sepuluh) bulan penjara dengan dikurangi masa tahanan, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menolak dengan tegas apa yang diungkapkan dan diuraikan Rekan Jaksa Penuntut Umum tersebut dalam Requisitornya.

Hal ini perlu kami sampaikan, karena selaku Penasihat Hukum Terdakwa Mulyono Bin Supardi, kami melihat bahwa unsur dengan melawan hukum tidaklah terbukti secara syah dan menyakinkan dilakukan Terdakwa Mulyono Bin Supardi. Tidak terbuktinya unsur melawan hukum karena pada diri Terdakwa tidak terdapat sama sekali kesalahan (schuld) dalam perbuatan yang telah didakwakan dan dituntut kepadanya baik yang dilakukan dengan kesengajaan ataupun kelalaian. Hal ini dikaitkan dengan pertimbangan perbuatan yang dilakukan terdakwa tersebut sama sekali tidak memiliki oogmerk untuk menghasut melakukan perbuatan pidana, atau kekerasan terhadap penguasa umum meskipun Terdakwa sendiri memang berada di sekitar lokasi kejadian tindak pidana tersebut, tetapi keberadaan Terdakwa dilokasi setelah kejadian tindak pidana berlangsung dan terdakwa kemudian menolong salah satu warga Kampung Gading yang ternyata mengalami luka-luka di lokasi kejadian tersebut.

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin sidang sekalian yang berbahagia

Bahwa selanjutnya, ketentuan Pasal 160 KUHP merupakan ketentuan pidana yang menitikberatkan tentang adanya perbuatan atau tindakan MENGHASUT. Dalam hal ini, melihat dari pengertian yang tertuang pada Pasal 160 KUHP sendiri, tidak pernah ditemukan arti atau pengertian yang jelas serta tegas dari MENGHASUT.

Namun berangkat dari pengertian umum bahasa yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dan yang digunakan sehari-hari, maka kata menghasut adalah suatu rangkaian kalimat atau bujuk rayu atau ajakan untuk mempengaruhi orang lain melakukan suatu perbuatan demi kepentingan si penghasut tersebut.

Berangkat dari hal tersebut, jelaslah bahwa untuk terpenuhinya kategori suatu MENGHASUT haruslah memenuhi hal-hal sebagai berikut yaitu :
1. Perbuatan dengan mengandalkan orang lain
2. Tidak ada tujuan yang pantas atau dengan secara tidak perlu
3. Dilakukan dengan sadar dan secara sengaja
4. Mengakibatkan orang lain melakukan perbuatan sebagaimana ajakan yang diarahkan


Dari pengertian diatas dan dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sehubungan dengan dugaan tindak pidana yang dituntut kepada Terdakwa Mulyono Bin Supardi maka dapatlah kami Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
 Bahwa dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan berdasarkan keterangan para saksi, keterangan terdakwa serta alat bukti lain yang diajukan di muka persidangan ini jelas sekali Terdakwa dalam hal perbuatan ini sama sekali tidak memiliki niat jahat untuk mengajak atau mengarahkan warga Kampung Karang Gading untuk melakukan penyerangan atau perbuatan pidana lainnya terhadap warga Kampung Sanden dan ikutnya terdakwa dalam rombongan yang kemudian ingin mencari anak-anak Sanden yang pernah memukul anak-anak Karang Gading tidak lebih dan tidak bukan karena rasa solidaritas sesama warga Karang Gading terlebih lagi terdakwa termasuk salah satu korban pemukulan oleh warga Kampung Sanden yang terjadi di Karaoke Bondi seminggu sebelum peristiwa penyerangan Kampung Sanden sehingga tidaklah dapat dibuktikan adanya kemauan jahat pada diri terdakwa
 Bahwa agar dapat dihukumnya suatu perbuatan yang mengandung unsur MENGHASUT, perbuatan tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja dan sadar oleh seseorang kepada orang lain. Melihat dari fakta-fakta persidangan, jelas sekali tindakan kelompok warga Kampung Karang Gading bukanlah suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan dengan sengaja tetapi merupakan tindakan spontanitas yang disebabkan adanya rasa kesal, marah dan kemudian muncul desas-desus disekitaran kampung Karang Gading untuk melakukan pembalasan. Bahwa kemudian terdakwa ikut dalam rombongan yang ingin mencari warga Sanden yang melakukan pemukulan terhadap warga Karang Gading adalah karena solidaritas warga Karang Gading dan pada saat awal berangkat semuanya merupakan gerakan spontanitas dan sporadis belaka karena banyak warga yang berkumpul di rumah Sigit.
 Bahwa selain itu, suatu tindak MENGHASUT harus mengakibatkan adanya orang lain yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh si Penghasut. Dihubungkan dengan fakta-fakta dipersidangan jelas sekali Terdakwa tidak pernah mengajak atau pun mengarahkan ataupun memerintahkan warga Kampung Karang Gading melakukan penyerangan terhadap Warga Kampung Sanden, kalaupun ada pada awalnya hanyalah sebuah gerakan spontanitas dan sporadis hendak mencari pelaku pemukulan terhadap warga Karang Gading di Karaoke Bondi dan bukan pula suatu tindakan penyerangan terhadap Kampung Sanden dan itu pun bukan diawali oleh Terdakwa mulyono Bin Supardi sebagaimana Dakwaan dan tuntutan Rekan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini.
Kesimpulan dan permohonan

Majelis Hakim yang terhormat,
Jaksa Penuntut Umum yang kami hormati,
Hadirin sidang sekalian yang berbahagia

Terdakwa Mulyono Bin Supardi adalah seorang warga yang baik serta tidak pernah terlibat dalam perkara pidana seerta selama ini menjadi tulang punggung keluarga. Saat ini, sejak Terdakwa menjalani proses persidangan yang cukup menyita waktu, keluarga Terdakwa terpaksa ditinggal dan Ayah dari Terdakwa yang sudah sangat tua dan renta harus kembali memikul tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhan nafkah keluarga, dimana selama ini ditanggung dan dijalankan oleh Terdakwa dengan kondisi ekonomi dan kehidupannya lebih memperihatinkan dari sebelumnya. Bahwa perbuatan warga Kampung Karang Gading yang menyerang Warga Kampung Sanden secara bersama-sama, sporadis dan spontanitaslah yang menyebabkan Terdakwa dan keluarganya hidup dalam kesusahan pun demikian juga dengan para terdakwa lain yang berada dalam berkas perkara berbeda dengan berkas perkara terdakwa .

Kami selaku Penasehat Hukum terdakwa berusaha dengan maksimal untuk menyajikan pembahasan secara obyektif terhadap proses persidangan atas diri Terdakwa Mulyono Bin Supardi, dan hasilnya menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
• Bahwa terhadap Dakwaan Kesatu sebagaimana diatur didalam pasal 170 ayat (1) KUHP TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN SECARA SYAH DAN MEYAKINKAN MENURUT HUKUM telah dilakukan oleh Terdakwa
• Bahwa terhadap Dakwaan Kedua sebagaimana diatur didalam pasal 160 KUHP TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN SECARA SYAH DAN MEYAKINKAN MENURUT HUKUM telah dilakukan oleh Terdakwa
• Bahwa terhadap Dakwaan Ketiga sebagaimana diatur didalam pasal 406 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP TIDAK DAPAT DIBUKTIKAN SECARA SYAH DAN MEYAKINKAN MENURUT HUKUM telah dilakukan oleh Terdakwa

Kami percaya akan sikap arif dan bijaksana Majelis Hakim yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan dalam mempertimbangkan setiap fakta-fakta persidangan selama ini yang dijadikan sebagai dasar putusan, oleh sebab itu perkenanlah kami selaku Penasehat Hukum Terdakwa Mulyono Bin Supardi mengajukan permohonan dalam nota pembelaan ini , sebagai berikut:


1. Menyatakan bahwa Terdakwa Mulyono Bin Supardi tidak terbukti secara syah dan menyakinkan melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum baik pada Dakwaan Kesatu sebagaimana diatur dan diancam Pasal 170 ayat (1) KUHP, Dakwaan Kedua sebagaimana diatur dan diancam Pasal 160 KUHP dan Dakwaan Ketiga sebagaimana diatur dan diancam Pasal 406 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
2. Membebaskan (vrijspraak) Terdakwa Mulyono Bin Supardi dari segala tuntutan atau setidak-tidaknya melepaskan Terdakwa Mulyono Bin Supardi dari segala tuntutan .
3. Membebankan biaya perkara ini kepada negara.
4. Memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk merehabilitasi nama baik Terdakwa

Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon kiranya Majelis Hakim Yang Mulia memberikan putusan yang seadil-adilnya.

Selanjutnya kami serahkan sepenuhnya nasib dan masa depan Terdakwa Mulyono Bin Supardi kepada Majelis Hakim Yang Mulia, karena Majelis Hakimlah yang dapat menentukannya.

Akhirnya rasa terima kasih kami ucapkan kepada Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum yang telah dengan niat baik memperhatikan pledooi ini, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan PetunjukNya bagi kita semua untuk selalu menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan dalam penanganan perkara ini.


Magelang, 21 Juni 2011
Penasehat Hukum Terdakwa





NOOR AUFA, SH

Minggu, 19 Juni 2011

ADVOKAT: Pledooi

ADVOKAT: Pledooi: "NOTA PEMBELAAN Atas Nama Terdakwa: WANTOYO Als KAK WAN Als Gemblung Bin Suratman Dalam Perkara Pidana Nomor: 037 / Pid.B / 2011 /PN.Mgl Pa..."

Pledooi

NOTA PEMBELAAN

Atas Nama Terdakwa:
WANTOYO Als KAK WAN Als Gemblung Bin Suratman
Dalam Perkara Pidana
Nomor: 037 / Pid.B / 2011 /PN.Mgl
Pada Pengadilan Negeri Magelang
di Kota Magelang

Oleh Penasihat Hukum:
NOOR AUFA, S.H.



PENDAHULUAN

Majelis Hakim Yang Mulia;
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta Hadirin Sidang Sekalian Yang Berbahagia;

Pertama-tama, mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat serta Hidayah-Nya kita dapat menjalankan persidangan Terdakwa Wantoyo Bin Suratman tanpa halangan berarti dan semoga hingga akhir persidangan rahmat serta hidayah-Nya tetap tercurahkan kepada kita semua sehingga kebenaran dan keadilan dapat kita tegakkan, baik demi kepentingan hukum maupun masyarakat, maupun bagi kepentingan terdakwa yang saat ini berada dalam posisi lemah karena duduk di “bangku panas” persidangan setelah didakwa dan kemudian dituntut atas dugaan tindak pidana. Semoga, setelah melalui persidangan yang cukup menyita waktu serta pikiran, putusan pengadilan dengan irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” dapat dirasakan terdakwa dan juga semua pihak pada perkara ini.

Selanjutnya, sesuai etika dan sopan santun persidangan dalam pemeriksaan perkara pidana sebelum menginjak materi Nota Pembelaan, tidak berlebihan terlebih dahulu kami ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang telah dengan cermat, teliti serta tegas, melakukan pemeriksaan dalam perkara ini, tanpa mengesampingkan hak klien kami selaku terdakwa, sehingga kita semua berharap mengetahui secara gamblang dan obyektif tentang duduk perkara sebenarnya dengan harapan menemukan KEADILAN SEJATI karena nilai dan harga KEADILAN lebih berharga dari apapun di dunia ini. Karena nilai keadilan pulalah berbagai aturan hukum dikeluarkan negara untuk mewujudkan kesejahteraan bersama tanpa mengorbankan rakyatnya, meski rakyat itu sendiri telah melakukan kesalahan. Bahkan, karena nilai keadilan pula, TUHAN selaku penguasa atas seluruh diri makhluk di dunia ini memberikan kesempatan ber-TAUBAT bagi hamba-Nya meski sebesar apapun kesalahan yang telah dilakukan hamba tersebut kepada-NYA.

Selain itu, kepada Yth. Rekan Jaksa Penuntut Umum, penghargaan sama patut pula kami sampaikan karena telah berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk melaksanakan kewajiban sebagai Penuntut Umum yang selalu mengatas namakan hukum dan keadilan dalam pelaksanaan tugas tersebut, meskipun pada beberapa hal akan ada perbedaan pandangan antara kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa dengan Rekan Jaksa Penuntut Umum.
Majelis Hakim Yang Mulia;
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta Hadirin Sidang Sekalian Yang Berbahagia;

Yves R Simon sebagai filsuf dunia pernah menulis buku berjudul “The Tradition of Natural Law, Practical Knowledge. A Critique of Moral Knowledge”, dimana dalam buku ini terdapat kutipan sang filsuf mengenai justice atau keadilan ”One can define justice only if one has judged that to each should be rendered his due” yang terjemahan bebasnya kurang lebih berarti “Keadilan baru dapat tercapai apabila setiap pelaku diadili secara benar”

Benar memang, MENCAPAI KEADILAN SELALU MEMBUAT ORANG FRUSTASI, apalagi kebenaran serta keadilan atas perbuatan yang belum jelas duduk persoalannya tetapi sudah langsung dituduhkan dan ditujukan kepada diri seorang terdakwa sebagai pelakunya. Klaim bersalahnya terdakwa, kadang telah terjadi sebelum putusan peradilan memiliki kekuatan hukum tetap dan terdakwa telah dianggap sebagai pelaku criminal atau bahkan “sampah masyarakat”. Padahal, melihat perkara ini jelas sekali sekdar orang yang “dikerjain” oknum tertentu guna mencapai maksud dan tujuan terselubung dari oknum tersebut. Dalam hal ini, Wantoyo Bin Suratman yang duduk pada “kursi panas” persidangan ini sebagai terdakwa, juga mempertanyakan “Apakah kebenaran dan keadilan itu masih ada di muka bumi Indonesia?”

Namun kami sangat yakin, berdasarkan fakta keseluruhan sebagaimana terungkap di persidangan, berdasarkan alat bukti yang sah serta berdasarkan keterangan saksi-saksi serta keterangan terdakwa sendiri serta alat bukti lain, kita semua, terutama sekali Majelis Hakim Yang Mulia yang mengemban tugas dan menjadi “perpanjangan tangan Tuhan” diatas dunia dalam persidangan ini akan dapat menjawab kebenaran dan keadilan bagi terdakwa pada khususnya dan bagi kepentingan lebih luas demi Hukum dan Keadilan itu sendiri.

Benarlah yang dikatakan DANIEL WEBSTER bahwa:
“Justice is the great intereset of man on earth” (keadilan merupakan kepentingan yang besar bagi kehidupan manusia di dunia) (The lawyer treasury edited by Eugen C Gerhart, halaman 11)
Oleh karena tanpa keadilan timbul keresahan dalam kehidupan masyarakat, dan rasa keadilan harus memiliki kepentingan yang berimbang dalam proses peradilan pidana, termasuk keadilan bagi TERSANGKA maupun TERDAKWA.

Ditegakkan peraturan hukum tanpa memperhatikan dan memperhitungkan nilai-nilai keadilan serta proses hukum yang bermartabat dan benar, justru melahirkan chaos hukum, sebaliknya keadilan yang diberikan tanpa didasari penegakan hukum yang benar akan menghilangkan nurani keadilan manusia. Namun demikian, keadilan dengan menelantarkan kepastian hukum dan hak asasi bagi TERSANGKA atau TERDAKWA justru menjadikan keadilan sebagai sarana kepentingan orang-orang tertentu, bahkan akan menjadikan kepastian hukum sebagai sarana persuasi dari makna Rule of Law suatu negara, termasuk Indonesia sebagai negara yang mempedomani Rule of Law dalam proses penegakan hukumnya.

Untuk itu, kami berharap kepada pengadilan melalui Majelis Hakim Yang Mulia sebagai “gerbang terakhir” proses penegakan hukum dapat menciptakan dan mewujudkan keadilan serta penerapan hukum yang benar dan bermartabat serta kembali “meluruskan” sesuatu yang salah kaprah dari awal proses perkara ini dimulai untuk kembali dibenahi dan ditempatkan pada posisinya masing-masing. Jangan sampai “Dewi Keadilan” memegang neraca jomplang dan kemudian menggunakan “Pedang Keadilan” secara tidak patut dan tidak pada tempatnya.
Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta Hadirin Sidang Sekalian;

Tidak berlebihan bila disini kami ungkapkan pendapat umum dalam lingkungan masyarakat kita – khususnya pencari keadilan – bahwa baik Hakim, Jaksa atau Penuntut Umum dan Penasihat Hukum mempunyai fungsi yang sama dalam menegakkan hukum dan keadilan tetapi selalu berada pada posisi yang berbeda.

Hal ini digambarkan Prof. Mr. M. TRAPMAN:
“Het standpunt van de verdachte karakterisseerde hij aals de subjectieve beoordeling van een subjectieve positie, dat van de raadsman als de objectieve beoordeling van een subjectieve positie, dan van de openbare ministerie als de subjectieve beoordeling van een objective positive, dat van de rechter als de objectieve beoordeling van een objectieve positive”
(Leerboek van het Ned. Strafprocesrecht, halaman 132, 6 e herziene druk)
“Bahwa TERDAKWA memiliki pertimbangan yang subyektif dalam posisi yang subyektif, PENASIHAT HUKUM memiliki pertimbangan yang obyektif dalam posisi yang subyektif, PENUNTUT UMUM memiliki pertimbangan yang subyektif dalam posisi yang obyektif, sedangkan HAKIM memiliki pertimbangan yang obyektif dalam posisi yang obyektif pula”

Oleh karena itu, dengan perantaraan Majelis Hakim Yang Mulia yang saat ini diserahkan amanah untuk menjalankan “Tongkat Keadilan” kami harap bisa mendapatkan KEADILAN SEJATI tersebut bagi diri klien kami sebab sebagai manusia yang sekarang dihadapkan ke depan peradilan yang mulia ini, klien kami telah dituntut dengan Pidana Penjara selama 10 bulan penjara dipotong masa tahanan yang telah dijalani terdakwa selama ini.

Padahal, bebicara perkara ini, pada intinya berhubungan dengan konteks berlakunya hukum pidana yang sangat berbeda dengan hukum lainnya di negara ini. Artinya yang menjadi titik tolak dan lingkup permasalahan seperti pada hukum perdata adalah kerugian, sedangkan dalam peradilan pidana titik sentral merupakan adanya pelanggaran norma (normovertreding). Lebih menarik lagi, dalam peradilan pidana taruhan utama adalah manusia itu sendiri karena hukum pidana menyentuh sendi-sendi kehidupan manusia secara mendalam.

Dalam peradilan pidana berperan sekali apa yang disebut dengan “persoonlijke overtuiging” dari Majelis Hakim melalui alat-alat bukti di persidangan untuk menjatuhkan atau tidak menjatuhkan pidana terhadap diri seseorang sesuai dengan perbuatan yang dilakukannya dan sesuai dengan kapasitas pertanggung jawaban pidana yang melekat atau bisa dibebankan pada dirinya.

Majelis Hakim Yang Kami Muliakan;
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta Hadirin Sidang Sekalian;

Berbicara problema Terdakwa Wantoyo Bin Suratman, pada dasarnya dapat kita pertanyakan pada diri kita sendiri dan diri setiap pribadi, baik dari profesi hukum ataupun profesi lain atau orang awam sekalipun yang katanya sering tidak mengerti tentang dunia hukum. Terlepas dari posisi dan kedudukan dalam masyarakat, pada dasarnya kita semua secara bersama-sama selalu mencari dan berusaha menemukan hukum berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan sehingga akhirnya tercapai suatu kebenaran materil guna menghasilkan nilai KEADILAN SEJATI yang diidam-idamkan umat manusia tanpa pandang bulu dan posisi agar tercapainya balanced of justice principle’s.

Prinsip keadilan yang berimbang (balanced of justice prinsiple’s) berlaku dan mengikat bagi pihak yang terlibat pada due process of law, dalam hal ini Tersangka/Terdakwa. Maksud ”due process of law” bahwa terdakwa tidak boleh dinyatakan bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewjisde) sehingga mengarah pada prinsip keadilan yang berimbang. Atas dasar itu, proses peradilan pidana disamping memperhatikan pendapat Penuntut Umum harus pula mempertimbangkan dan memperhatikan keterangan ataupun pembelaan Terdakwa dan/atau Penasihat Hukum-nya.

Dalam hal ini, arah yang dituju sekarang adalah “willing of justice principle”, dimana tidak dibenarkan ditonjolkan faktor-faktor lain diluar hukum dalam suatu perkara pidana. Keadilan dalam proses hukum pidana inilah yang kini menjadi taruhan dalam pemeriksaan Terdakwa Wantoyo Bin Suratman yang dihadapkan pada persidangan yang mulia ini. Apakah Terdakwa akan ditempatkan dalam posisi kesetaraan antara kepastian hukum dan keadilan bagi diri terdakwa?

Inilah jawaban bagi semua kita hendak dicari yang terlibat dalam perkara ini mencoba untuk memformulasikan dalam suatu putusan peradilan melalui Yang Mulia Majelis Hakim.

Selanjutnya, pada hukum pidana kita juga mengenal asas “In Dubio Pro Reo” yang berintikan bahwa apabila terdapat cukup alasan untuk meragukan kesalahan terdakwa, maka hakim membiarkan neraca timbangan jomplang untuk keuntungan terdakwa. Dalam hal ini, prinsip dan doktrin hukum pidana tetap dominan dalam diri terdakwa yang berlaku universal, karenanya dihindari sejauh mungkin subyektifitas atas penanganan perkara yang dihadapi siapa pun, baik itu berkaitan dengan masalah politis, sosial maupun ekstra interventif lainnya sehingga adagium “lebih baik membebaskan 1000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah", dapat diterapkan secara total dan obyektif termasuk pada diri Terdakwa Wantoyo Bin Suratman pada persidangan ini.
Wantoyo Bin Suratman selaku TERDAKWA dan juga kami sendiri melihat ada sesuatu yang ganjil dalam perkara klien kami saat ini, dimana klien kami sebenarnya TELAH DIKORBANKAN suatu situasi dan kondisi yang kemudian memposisikan klien kami tersebut dalam posisi terpojok. Dalam perkara ini, klien kami ini “TELAH DIJEBAK” pihak-pihak tertentu untuk kemudian dijebloskan ke dalam tahanan hingga kemudian klien kami dihadapkan pada SIDANG YANG MULIA ini.

Majelis Hakim Yang Mulia,
Saudara Jaksa Penuntut Umum,
Serta Hadirin Sidang Yang Berbahagia,

Berdasarkan fakta yang terungkap pada persidangan yang telah kita lalui bersama, terlihat jelas posisi klien kami (TERDAKWA) sangat terpojok dari keterangan para saksi, terutama keterangan saksi Dwi Agus Haryanto, Yuli Setiawan Bin Ngateman, Budi Suhasto, Djasman, Imam Pitoyo, Adang Rofik, Warzukna Riswan Lukbanda, Sigit Andriyanto, Etika Setiadi, Yulianto, dan Riyanto.

Dari keterangan saksi-saksi inin di persidangan, patutlah kami selaku Penasihat Hukum TERDAKWA mempertanyakan kembali “Kenapa saksi-saksi banyak memojokkan posisi TERDAKWA dalam perkara ini?” Bila kita menarik kesimpulan berdasarkan data dan fakta di persidangan, jelas sekali hal ini karena adanya kepentingan masing-masing saksi agar Terdakwa dapat dihukum dan dijebloskan ke penjara.

Untuk saksi-saksi Agus Haryanto, Yuli Setaiawan Bin Ngateman, Budi Suhasto, Djasman, Imam Pitoyo, Adang Rofik, Warzukna Riswan Lukbanda, dan Sigit Andriyanto, sangat nyata sekali beberapa keterangannya patut diragukan. Hal ini karena saksi-saksi adalah korban dari dugaan pelaku tindak pidana sebagaimana didakwakan Rekan Jaksa Penuntut Umum, tapi anehnya dari keterangan para saksi yang menjadi korban terdapat beberapa keterangan yang satu sama lain saling bertolak belakang dan tidak memiliki keterkaitan. Padahal, para saksi ini pada pemeriksaan di muka persidangan jelas menyebutkan adanya penyerangan dari sekelompok orang tak dikenal ke wilayah Kampung Sanden, tapi dari satu keterangan dengan keterangan lain terdapat perbedaan siapa-siapa saja yang melakukan penyerangan dan keterangan yang ditujukan dengan menunjuk Terdakwa Wantoyo Bin Suratman terdapat perbedaan keterangan baik posisi keberadaan terdakwa maupun sikap dan tindak tanduk terdakwa pada saat penyerangan tersebut dilakukan serta juga keadaan cuaca dan penerangan saat peristiwa penyerangan di Kampung Sanden tersebut berlangsung. Hal ini menunjukkan kejanggalan dari keterangan yang diberikan saksi-saksi ini di muka persidangan dan terlihat sekali saksi-saksi ini memberikan keterangan tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya. Ditambah lagi, dari beberapa saksi-saksi yang menjadi korban penyerangan sekelompok orang tidak dikenal ini adalah ternyata pelaku pengeroyokan terhadap Wantoyo Bin Suratman, sehingga kemudian melahirkan asumsi dalam diri saksi bahwa yang melakukan penyerangan ini tentu saja “dikomandoi” Wantoyo Bin Suratman untuk balas dendam kepadanya. Padahal, asumsi dari para saksi ini sangat diragukan karena banyak yang tidak sesuai dengan kenyataan. Oleh karena itu, pantaslah keterangan para saksi ini diragukan dan tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti kesaksian kecuali beberapa hal dari keterangan saksi-saksi ini yang sangat menyakinkan dan dapat diterima logika akal sehat.

Sedangkan keterangan saksi , Mulyono dan Sigit Wijanarko apabila dihubungkan satu sama lainnya terdapat beberapa perbedaan yang mencolok dan tidak memiliki keterkaitan atau hubungan sama sekali sehingga patut pula keterangan saksi-saksi tersebut di muka persidangan untuk diragukan sehingga harus dipilah-pilah mana yang terdapat hubungan dan memiliki keterkaitan secara langsung atau hanya sekedar rekaan saksi belaka. Selain itu, keterangan saksi-saksi ini hanyalah keterangan saksi mahkota, dimana 2 (dua) orang saksi ini dijadikan pula terdakwa dalam berkas perkara yang terpisah dengan terdakwa namun dalam suatu dugaan tindak pidana yang sama dengan dakwaan kepada terdakwa. Padahal, dalam sistem hukum pidana di negara ini pemakaian saksi mahkota sangat tidak dianjurkan karena adanya “konflik kepentingan” dalam diri saksi sehingga saksi bisa saja memberikan keterangan tidak sesuai dengan yang sebenarnya, sebagaimana terdapat pada yurisprudensi sebuah kasus terkenal di negeri yang dikenal dengan “Kasus Marsinah”.

Untuk keterangan saksi-saksi yang ternyata telah dilakukan berita acara sumpah saat penyidikan di Kepolisian, suatu keanehan muncul dalam pikiran kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa dan juga diri terdakwa sendiri, karena bagaimana mungkin ada penyumpahan yang dilakukan saat BAP di Kepolisian terhadap para saksi ini yang notabenenya tidak memiliki pekerjaan tetap dan berada terus menerus di wilayah Kota Magelang dan ikut dalam kelompok penyerang terhadap warga Kampung Sanden, padahal saksi-saksi lain yang notabenenya korban langsung peristiwa dugaan pidana dan bekerja secara terus menerus mengapa tidak dilakukan penyumpahan oleh Penyidik? Patut kita pertanyakan ada motif apa pada dilaksanakannya sumpah terhadap para saksi ini yang kemudian dengan mudahnya para saksi ini tidak hadir ke persidangan meski telah dipanggil secara patut dan syah sebanyak 3 (tiga) kali berturur-turut diri saksi padahal para saksi ini berada di wilayah hukum Kota Magelang.

DAKWAAN DAN TUNTUTAN
Sesuai Dakwaan Rekan Rekan Jaksa Penuntut Umum pada awal persidangan, dimana Terdakwa di dakwa melanggar KESATU : Pasal 160 KUHP; atau KEDUA : Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP; atau KETIGA : Pasal 406 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta selanjutnya Rekan Jaksa Penuntut Umum telah menuntut Terdakwa agar dijatuhi hukuman berupa pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan dipotong masa tahanan yang telah dijalani terdakwa karena menurut kesimpulan Rekan Jaksa Penuntut Umum dalam Tuntutannya Terdakwa telah terbukti secara syah dan menyakinkan melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pada Pasal 160 KUHP.


FAKTA-FAKTA PERSIDANGAN
Keterangan saksi fakta dan saksi a de charge:
 Keterangan Saksi Dwi Agus Haryanto; dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :

1. Bahwa saksi dipanggil ke persidangan sehubungan dengan masalah pembacokan dan pengrusakan pada Tanggal 18 Desember 2010 sekitar Pukul 20.30 WIB di Kampung Sanden tepatnya di rumah Pak Djasman
2. Bahwa korban ada beberapa orang yaitu Budi Suhasto, Adang Rofiq, dan Imam Pitoyo
3. Bahwa penyerangan ini dilakukan kelompok penyerang dengan menggunakan senjata tajam dan selain mengakibatkan luka-luka juga melakukan pengrusakan terhadap kaca jendela rumah Pak Djasman, Pos Satpam dan Counter Hand Phone
4. Bahwa kelompok penyerang ini berjumlah sekitar 30-an orang dengan mengendarai sepeda motor yang merupakan teman-teman terdakwa
5. Bahwa perbuatan ini dilakukan dengan melakukan pembacokan pakai parang, memecahkan kaca pake gear dan batu
6. Bahwa saat kejadian saksi ada melihat Terdakwa dan Mulyono dan yang lainnya saksi lupa,
7. Bahwa saat kejadian ini saksi ada di rumah Pak Djasman dengan teman-teman berjumlah 9 orang sambil gitaran dari pukul 19.30 WIB dan kemudian terdakwa datang bersama rombongannya sekitar 30-an orang sekitar pukul 20.30 WIB
8. Bahwa saat melihat terdakwa ini yang posisi terdakwa berada di jalan dan suasana saat itu di lokasi kejadian adalah remang-remang, saksi juga mendengar Mulyono bertanya “Sanden Kabeh” dan belum sempat dijawab oleh kelompok saksi yang sedang duduk-duduk, ternyata langsung terjadi pemukulan dan saksi tidak tahu siapa yang memukul dan kemudian saksi langsung kabur dan saksi melihat ada yang bawa gir dan kemudian saksi langsung masuk ke rumah Pak Djasman dan saat masuk ini saksi melihat jelas terdakwa
9. Bahwa saat awal kejadian ini, saksi melihat terdakwa berboncengan dengan Mulyono dengan menaiki sepeda motor jenis matic dan terlihat Mulyono membawa Gir
10. Bahwa saksi melihat terdakwa mengajak dengan kata-kata sambil menunjuk “Sanden Semua Bunuh Saja”, lalu teman-teman terdakwa melakukan pemukulan dan merusak kaca bagian depan dan samping rumah Pak Djasman
11. Bahwa untuk korban Sigit setahu saksi terluka bagian punggung yang dipukul oleh Mulyono, korban Budi Suhasto kena bacokan kepala tapi saksi tidak tahu siapa pelakunya, korban Adang rofik kena bacokan dan korban Imam Pitoyo kena bacok di kepala
12. Bahwa yang melakukan pelemparan terhadap kaca rumah Pak Djasman adalah teman-teman terdakwa yang kemudian setelah kejadian di rumah Pak Djasman kelompok penyerang pergi menuju pos satpam perumahan dan merusaknya
13. Bahwa untuk perusakan counter HP saksi tidak melihat hanya mendengar cerita dari teman-teman saksi saat di RSI Magelang
14. Bahwa waktu keluar dari rumah Pak Djasman +/- 9 malam dan terlihat rombongan penyerang sudah pada pulang
15. Bahwa peristiwa pengrusakan ini berheti karena ada teman dari kelompok terdakwa yang terluka
16. Bahwa sebelum kejadian penyerangan ini ada kejadian di Karaoke Bondi, dimana Budi Suyitno ditodong untuk dimintai minuman oleh Terdakwa dan saksi juga ada saat kejadian di Bondi ini, tapi karena tidak dikasih minuman kemudian terjadi perkelahian antara terdakwa yang berjumlah 5 orang dengan teman-temannya dan saksi dengan teman yang berjumlah 8 orang
17. Bahwa selama ini sepengetahuan saksi belum ada dilaksanakan usaha perdamaian antara Kampung Sanden dengan Kampung Karang Gading

Untuk keterangan saksi ini, kemudian terdakwa merasa keberatan terutama pada hal-hal sebagai berikut :
1. Terdakwa tidak ada memerintahkan penyerangan
2. Terdakwa datang ke lokasi kejadian di Sanden sudah terlambat dan kejadian pengrusakan dan penyerangan ini telah selesai
3. Terdakwa sama sekali tidak ikut dalam penyerangan dan pengrusakan di Sanden ini dan hanya berada di lokasi kejadian

 Keterangan Saksi Budi Suhasto; dibawah sumpah pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
1. Bahwa saksi dipanggil ke persidangan sehubungan dengan masalah pengeroyokan dan pengrusakan pada Malam Minggu Tanggal lupa sekitar Pukul 20.30 WIB di Kampung Sanden tepatnya di rumah Pak Djasman dan saksi ikut menjadi korban pengeroyokan
2. Bahwa saksi kena bacokan di kepala sebanyak 3 bacokan yang dibacok dengan parang, dan saat kejadian terlihay banyak orang sekitar 20-an orang lebih dan selain saksi ada teman-taman lain yang dikeroyok seperti Imam Pitoyo, Iswan, Adang, Iwan dan Sigit
3. Bahwa sebelum penyerangan ini saksi duduk-duduk dengan 5 orang teman saksi di rumah Pak Djasman sejak jam 7 malam dan seiktar pukul 20.30 WIB ada rombongan datang naik sepeda motor dan terdengar teriakan “Orang Sanden Itu, Bacok, Pateni” dan saksi tidak tahu siapa yang bicara
4. Bahwa setelah ada teriakan ini baru terjadi bacokan kepada diri saksi yang dilakukan oleh orang yang turun dari sepeda motor
5. Bahwa saat kejadian ini saksi sams sekali tidak melihat Terdakwa karena lampu yang di jalan mati
6. Bahwa setelah kena bacokan, saksi kemudian lari dan teman-teman saksi yang lain saksi tidak tahu karena saksi langsung lari ke rumah Pak De saksi yang berada dekat rumah Pak Djasman,
7. Bahwa akibat bacokan ini saksi dirawat dan opname selama 3 hari di RST Magelang dan saksi tidak ada menerima bantuan pengobatan serta saksi tidak pernah menerima permohonan maaf dari kelompok yang menyerang ini
8. Bahwa saat diperlihatkan barang bukti dalam perkara ini, saksi hanya mengenal kaca pecahan yang merupakan pecahan kaca rumah Pak Djasman sedang barang bukti lain saksi tidak tahu tetapi saksi tidak tahu mengapa kaca rumah Pak Djasman bisa pecah dan lima hari setelah kejadian kaca rumah Pak Djasman masih pecah serta kata orang-orang sekitar karena hantaman parang tetapi sekarang kacanya sudah diganti
9. Bahwa saksi juga mendengar kejadian ini juga terjadi berurutan, dimana setelah kejadian di rumah Pak Djasman, ada kejadian lain di Pos Jaga Satpam yang kacanya dirusak dan juga merusak counter HP
10. Bahwa kata teman-teman saksi yang melakukan penyerangan adalah warga Kampung Karang Gading
11. Bahwa saksi tidak melihat teman-teman saksi yang dibacok karena kejadiannya begitu cepat dan semua pada panik dan kemudian lari

Untuk keterangan saksi ini, kemudian terdakwa merasa keberatan terutama pada hal-hal sebagai berikut :
1. Terdakwa sama sekali tidak ikut dalam penyerangan dan pengrusakan di Sanden ini dan hanya berada di lokasi kejadian

 Keterangan Saksi Djasman; dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
1. Bahwa saksi dipanggil ke persidangan sehubungan dengan masalah adanya pengrusakan terhadap rumah saksi berpa kaca jendela pada bagian depan dan samping tapi saksi tidak tahu siapa yang melakukan pengrusakan
2. Bahwa saat kejadian saksi sedang tidak ada dirumah karena mengikuti pengajian serta saat berangkat pengajian ini pukul 8 malam serta belum ada pemuda yang kumpul-kumpul disekitar rumah saksi dan saksi baru pulang jam 11 malam serta saat pulang ini saksi melihat keadaan rumah sudah berantakan
3. Bahwa saat kejadian yang ada dirumah isteri dan anak saksi, tapi anak dan isteri katanya juga tidak tahu siapa yang menyerang, lalu saat kejadian lampu dimatikan tapi tidak ada yang tahu siapa yang mematikan lampu
4. Bahwa sekarang saksi mengetahui yang merusak katanya orang Karang Gading dan saksi tidak tahu Terdakwa orang mana
5. Bahwa saksi mendengar cerita ada juga yang dikeroyok, katanya lima orang dan sebagian ada yang luka di kepala
6. Bahwa sampai saat ini belum ada penggantian pengrusakan yang terjadi di rumah saksi oleh kelompk penyerang,
7. Bahwa dirumah saksi, saat pulang pengajian ada ceceran darah dan pecahan kaca, serta bendo yang diajukan sebagai bukti ditemukan di pinggir jalan juga sendal-sendal dalam bukti perkara ini

Untuk keterangan saksi ini, kemudian terdakwa merasa keberatan terutama pada hal-hal sebagai berikut :
1. Terdakwa sama sekali tidak ikut dalam penyerangan dan pengrusakan di Sanden ini dan hanya berada di lokasi kejadian

 Keterangan Saksi IMAM PITOYO; dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
1. Bahwa saksi dipanggil ke persidangan sehubungan dengan masalah pengeroyokan dan pengrusakan pada Malam Minggu Tanggal lupa sekitar Pukul 20.30 WIB di Kampung Sanden tepatnya di rumah Pak Djasman dan saksi ikut menjadi korban pengeroyokan
2. Bahwa saksi kena bacokan di kepala dan tangan,
3. Bahwa sebelum kejadian, saksi dengan Budi Suhasto duduk-duduk depan rumah Pak Djasman, dan baru sekitar 5 menitan saksi duduk-duduk datang rombongan yang mengendarai sepeda motor, dan kemudian terlihat di depan saksi berhenti 4 sepeda motor, yang kemudian salah satu pembonceng di sepeda motor ini turun langsung melakukan pembacokan, tapi dibelakang 4 sepeda motor ini masih ada sepeda motor lain sekitar 20-an.
4. Bahwa saat berhenti ini, kelompok penyerang terbagi atas 3 kelompok yang berjarak sekitar 4 meteran masing-masing kelompok dan rombongan yang pertama datang adalah yang berhenti di depan saksi
5. Bahwa saat peristiwa ini berlangsung posisi tempat saksi duduk dengan teman-teman agak gelap dan depan rumah Pak Djasman hanya adal lampu penerangan 5 watt
6. Bahwa setelah kena bacok, saksi kemudian lari ke arah rumah Pak Bardu dan saksi tidak tahu Budi Suhasto lari kemana, dan sekitar ¼ jam sembunyi di rumah Pak Bardu saksi kembali ke lokasi kejadian dan sudah tidak ada kelompok penyerang lagi tetapi terlihat ada polisi dan warga sekitar
7. Bahwa saksi kemudian disuruh untuk periksa ke RSI oleh kakak saksi dan di RS saksi mendapatkan jahitan di kepala sebanyak 6 jahitan dan ditangan sebanyak 5 jahitan tetapi saksi tidak opname
8. Bahwa saksi tidak mengetahui kejadian lain selain kejadian di rumah Pak Djasman
9. Bahwa saat kejadian ini saksi sama sekali tidak mendengar ada suara teriakan atau suara lainnya hanya langsung terjadi pembacokan dan saksi juga tidak ada melihat terdakwa di lokasi kejadian
10. Bahwa saksi tidak melihat teman-teman saksi yang dibacok karena kejadiannya begitu cepat dan semua pada panik dan kemudian lari

 Keterangan Saksi ADANG ROFIK; dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
1. Bahwa saksi dipanggil ke persidangan sehubungan dengan masalah pengeroyokan dan pengrusakan pada Malam Minggu Tanggal lupa sekitar Pukul 20.30 WIB di Kampung Sanden tepatnya di rumah Pak Djasman dan saksi ikut menjadi korban pengeroyokan
2. Bahwa saksi kena bacokan di kepala,
3. Bahwa sebelum kejadian, saksi pergi membeli pulsa dan setelah membeli pulsa saksi melewati depan rumah Pak Djasman pake sepeda motor dan saat mau berbelok sudah ada kejadian dan saksi langsung kena bacok sebanyak 1 kali tapi saksi tidak tahu dibacok pakai apa
4. Bahwa setelah kena bacokan ini, kemudian saksi lari begitu saja dan sepeda motor saksi tinggal begitu saja
5. Bahwa saksi kemudian disuruh untuk periksa ke RSI dan di RS saksi mendapatkan 4 jahitan tetapi saksi tidak opname
6. Bahwa saksi tidak tidak melihat kelompok penyerang ini, meskipun jarak saksi dengan penyerang hanya 1 meteran serta kondisi pencahayaan agak gelap karena posisi suasana hujan
7. Bahwa saat kejadian ini saksi sama sekali tidak mendengar ada suara teriakan atau suara lainnya hanya langsung terjadi pembacokan dan saksi juga tidak ada melihat terdakwa di lokasi kejadian
8. Bahwa saksi tidak melihat teman-teman saksi yang dibacok
9. Bahwa sampai sekarang tidak ada orang karang gading minta maaf dan saksi juga tidak mengetahui sebab dilakukan penyerangan ini

 Keterangan Saksi Warzukna Riswan Lukbanda; dibawah sumpah yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut :
1. Bahwa saksi dipanggil ke persidangan sehubungan dengan masalah pengeroyokan dan pengrusakan pada Malam Minggu Tanggal lupa sekitar Pukul 20.30 WIB di Kampung Sanden tepatnya di rumah Pak Djasman dan saksi ikut menjadi korban pengeroyokan
2. Bahwa saksi kena bacok di lokasi Pos Jaga/Satpam karena saat kejadian ini saksi sedang berteduh di Pos Satpan bersama teman saksi Abdul Rohmat karena hari saat itu hujan,
3. Bahwa saat berteduh di Pos Satpam ini, ada rombongan yang menghampiri dan saat itu saksi sedang duduk SMS-an dan saksi langsung kena bacok yang mengenai tangan dan kaki saksi serta posisi saksi dengan pembacok saling hadap-hadapan dan untuk tangan kemudian mendapat 6 jahitan dan kaki mendapat 10 jahitan dan teman saksi Abdul Rohmat juga kena bacok bagian tangan
4. Bahwa setelah kena bacok ini kemudian saksi lari ke rumah Pak Djasman dan disinilah saksi tahu luka akibat bacokan dan saat di rumah Pak Djasman saksi juga melihat kaca rumah Pak Djasman pecah tapi saksi tidak tahu kenapa
5. Bahwa rombongan yang membacok membawa sepeda motor dengan jumlah lebih kurang 20-an dan saksi tidak mengetahui penyerang ini membawa perlengkapan apa saja
6. Bahwa saksi tidak ada melihat Terdakwa pada saat kejadian ini dan juga setelah kejadian

 Keterangan Saksi Sigit Andriyanto; dibawah sumpah saat BAP Kepolisian keterangannya dibacakan di persidangan:
1. Bahwa saksi mengerti saat dilakukan pemeriksaan sehubungan saksi juga telah jadi korban kekerasan yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 18 Desember 2010 sekira pukul 20.30 WIB di Kp, Sanden Rt 2 Rw 9 Kel. Kramat Selatan Kota Magelang
2. Bahwa pada saat tersebut saksi berada disamping rumahnya saksi Djasman bersama teman-temannya yang akan membahas sehubungan akan diadakan kesenian jathilan di kampungnya
3. Bahwa yang telah menjadi korban adalah Imam Pitoyo, Budi Suhasto, Adang Rofiq, Anjar, Riswan, sedangkan yang melakukan kurang lebih 20 orang yang setahu saya orang Kp. Karang Gading
4. Bahwa saksi menjadi korban kekerasan tersebut setelah seseorang berteriak “IKI CAH SANDEN KABEH, PATENI WAE” (ini anak sanden semua, bunuh saja) yang kemudian teman-temannya langsung melakukan kekerasan terhadap saya dan teman-teman saya, saksi mengalami kekerasan dengan cara saksi di pukul punggungnya menggunakan gear sepeda motor yang diberi gagang, yang kemudian saksi dipukul lagi menggunakan pedang yang belum dicabut dari rangkanya dan akibat dari pukulan ini saksi menderita luka lecet pada punggungnya dan kepalanya memar
5. Bahwa saksi masih mengenali orang yang berteriak “IKI CAH SANDEN KABEH, PATENI WAE” sambil menunjuk tangannya kepada saksi dan teman-teman saksi yaitu bahwa orang itu mengendarai sepeda motor matic warna gelap dan memboncengkan orang yang membawa gear yang diberi gagang yang kemudian melakukan kekerasan terhadap saksi
6. Bahwa situasinya masih ramai dan penerangan lampu semula cukup terang karena lampu penerangan depan rumah saksi Djasman, namun kemudian lampu dimatikan oleh salah seorang yang telah melakukan kekerasan tersebut
7. Bahwa saat diperlihatkan satu lembar foto WANTOYO, saksi menerangkan bahwa orang dalam foto tersebut yang berteriak “IKI CAH SANDEN KABEH, PATENI WAE” sambil menunjuk kearah saksi dan teman-teman saksi yang kemudian teman-temannya orang dalam foto itu melakukan kekerasan
8. Bahwa tempat tersebut merupakan tempat umum yang bisa setiap orang mengaksesnya
9. Bahwa saat diperlihatkan satu lembar foto MULYONO,s aksi menerangkan bahwa orang tersebut yang telah membonceng WANTOYO yang kemudian melakukan kekerasan terhadap saksi

Untuk keterangan saksi ini, kemudian terdakwa merasa keberatan terutama pada hal-hal sebagai berikut :
1. Terdakwa tidak ada memerintahkan penyerangan
2. Terdakwa datang ke lokasi kejadian di Sanden sudah terlambat dan kejadian pengrusakan dan penyerangan ini telah selesai
3. Terdakwa sama sekali tidak ikut dalam penyerangan dan pengrusakan di Sanden ini dan hanya berada di lokasi kejadian

 Keterangan Saksi Etika Setiadi; di bawah sumpah saat BAP Kepolisian keterangannya dibacakan di persidangan:
1. Bahwa saksi mengerti saat dilakukan pemeriksaan sehubungan kekerasan yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 18 Desember 2010 sekira pukul 20.30 WIB di sebuah counter HP dipinggir jalan turut Kp, Sanden Rt 2 Rw 9 Kel. Kramat Selatan Kota Magelang karena dirinya ikut dalam rombongan tersebut
2. Bahwa saksi ikut dalam rombongan tetapi tidak ikut melakukan kekerasan karena datang hanya solidaritas sebagai sesama warga Kp. Karang Gading
3. Bahwa saksi menjelaskan paham yang melakukan kekerasan di Kp. Sanden adalah Sigit alamat Kp. Karang Gading dan saat melakukan Sigit menggunakan pedang dan membcaok etalase counter hingga kacanya pecah sat terjadi pengrusakan di counter tersebut dirinya melihat secara langsung dan jaraknya hanya sekitar 7 meteran dan terdengar bunyi pecahan kaca
4. Bahwa maksud serta tujuannya melakukan kekerasan di Kp. Sanden untuk mendari orang yang telah mencederai KAK WAN (Wantoyo) saat kejadian di Karaoke Bondy dan dirinya diajak oleh Kak Waan untuk melakukan aksi bals dendam pada Hari Jumat tanggal 17 Desember 2010 dan ditegaskan kembali pada hari Sabtu tanggal 18 Desember 2010 sebelum berangkat ke Bondy
5. Bahwa peran Wantoyo dalam peristiwa balas dendam yaitu ketika di karaoke bondy sempat turun dan mencari masuk di tempat karaoke Bondy tersebut karena tidak menemukan kemudian mengajak kami semua untuk langsung ke Kp. Sanden dan ketika di Kp. Sanden saksi melihat Kak Wan masuk gang dan saksi jalan terus mengikuti sebagian kelompok lainnya dan teramsu kelompok sigit hingga sempat beli bensin di sebuah kiosn bensin dan akhirnya bergabung dengan Sigit

Untuk keterangan saksi ini, kemudian terdakwa merasa keberatan terutama pada hal-hal sebagai berikut :
1. Terdakwa tidak ada mengajak saksi melakukan penyerangan ke Kp. Sanden dan mengajak balas dendam pada warga Kp. Sanden
2. Terdakwa di Karaoke Bondy tidak masuk kedalam Karaoke Bondy dan hanya menunggu di luar saja dan tidak ada memerintahkan ke Kp. Sanden.
3. Terdakwa datang ke lokasi kejadian di Sanden sudah terlambat dan kejadian pengrusakan dan penyerangan ini telah selesai
4. Terdakwa sama sekali tidak ikut dalam penyerangan dan pengrusakan di Sanden ini dan hanya berada di lokasi kejadian

 Keterangan Saksi Etika Setiadi; di bawah sumpah saat BAP Kepolisian keterangannya dibacakan di persidangan:
1. Bahwa saksi mengerti saat dilakukan pemeriksaan sehubungan pengeroyokan yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 18 Desember 2010 sekira pukul 20.30 WIB di di depan lorong/gang depan Perumahan Puri Permata Sanden, di depan pos satpam Puri Permata Sanden dan di Counter HP sebelah selatan perempatan
2. Bahwa masalahnya hingga terjadi pengeroyokan karena WANTOYO dikeroyok anak-anak Sanden di Cafe Bondy, kemudian saksi lagi nongkrong bersama teman-temannya diantaranya BEONG, DOBLEH, BEJO, PENDONG, di depan Toko Srikandi, danterlihat Wantoyo datang dan minta tolong dengan berkata “Sesuk Setu Do Ning Bondi Yo”
3. Bahwa yang ikut membantu Wantoyo mendari orang-orang Sanden diantaranya Yulianto, Ramji als Gonjet, Windu, als Pendong, Bejo, Budi als Dobleh, Deni als Kier, Beni, Sugeng dan yang membawa senjata tajam adalah Sigit dan Titut serta yang memimpin adalah WANTOYO karena yang mempunyai permasalahan, dan pada saat di Cafe Bondi mencari orang Sanden tidak ketemu, Wantoyo berkata “Wis Ning Sanden Wae” yang kemudian rombongan tersebut berangkat ke Kp. Sanden hingga terjadi kejadian tersebut, pada saat kejadian WANTOYO menggunakan sepeda motor MIO Soul warna tidak begitu jelas
4. Bahwa saksi tidak melihat Wantoyo memukul maupun merusak barang, namun saksi melihat WANTOYO berada di sekitar tempat kejadian
5. Bahwa posisi saksi dan teman-temannya satu kelompok (CIU) pada saat kejadian di Gang masuk lorong Kp. Sanden berhenti di depan jalan masuk dan tidak masuk kampung, kemudian pada saat di depan Pos Satpam Puri Permata Sanden saksi bergerak ke arah selatan, sedangkan kejadian di depan counter HP, saksi berada di depan rombongan bersama kelompoknya dengan jarak kurang lebih 10 meter

Untuk keterangan saksi ini, kemudian terdakwa merasa keberatan terutama pada hal-hal sebagai berikut :
1. Terdakwa tidak ada mengajak saksi melakukan penyerangan ke Kp. Sanden dan mengajak balas dendam pada warga Kp. Sanden
2. Terdakwa di Karaoke Bondy tidak masuk kedalam Karaoke Bondy dan hanya menunggu di luar saja dan tidak ada memerintahkan ke Kp. Sande.
3. Terdakwa datang ke lokasi kejadian di Sanden sudah terlambat dan kejadian pengrusakan dan penyerangan ini telah selesai
4. Terdakwa sama sekali tidak ikut dalam penyerangan dan pengrusakan di Sanden ini dan hanya berada di lokasi kejadian

 Keterangan Saksi Riyanto; di bawah sumpah saat BAP Kepolisian keterangannya dibacakan di persidangan:
1. Bahwa saksi mengerti saat dilakukan pemeriksaan sehubungan pengeroyokan yang terjadi pada hari Sabtu tanggal 18 Desember 2010 sekira pukul 20.30 WIB di di depan lorong/gang depan Perumahan Puri Permata Sanden, di depan pos satpam Puri Permata Sanden dan di Counter HP sebelah selatan perempatan
2. Bahwa masalahnya hingga terjadi pengeroyokan karena WANTOYO dikeroyok anak-anak Sanden di Cafe Bondy, kemudian saksi lagi nongkrong bersama teman-temannya diantaranya BEONG, DOBLEH, BEJO, PENDONG, di depan Toko Srikandi, danterlihat Wantoyo datang dan minta tolong dengan berkata “Sesuk Setu Do Ning Bondi Yo”
3. Bahwa yang ikut membantu Wantoyo mendari orang-orang Sanden diantaranya Yulianto, Ramji als Gonjet, Windu, als Pendong, Bejo, Budi als Dobleh, Deni als Kier, Beni, Sugeng dan yang membawa senjata tajam adalah Sigit dan Titut serta yang memimpin adalah WANTOYO karena yang mempunyai permasalahan, dan pada saat di Cafe Bondi mencari orang Sanden tidak ketemu, Wantoyo berkata “Wis Ning Sanden Wae” yang kemudian rombongan tersebut berangkat ke Kp. Sanden hingga terjadi kejadian tersebut, pada saat kejadian WANTOYO menggunakan sepeda motor MIO Soul warna tidak begitu jelas
4. Bahwa saksi tidak melihat Wantoyo memukul maupun merusak barang, namun saksi melihat WANTOYO berada di sekitar tempat kejadian
5. Bahwa posisi saksi dan teman-temannya satu kelompok (CIU) pada saat kejadian di Gang masuk lorong Kp. Sanden berhenti di depan jalan masuk dan tidak masuk kampung, kemudian pada saat di depan Pos Satpam Puri Permata Sanden saksi bergerak ke arah selatan, sedangkan kejadian di depan counter HP, saksi berada di depan rombongan bersama kelompoknya dengan jarak kurang lebih 10 meter

Untuk keterangan saksi ini, kemudian terdakwa merasa keberatan terutama pada hal-hal sebagai berikut :
1. Terdakwa tidak ada mengajak saksi melakukan penyerangan ke Kp. Sanden dan mengajak balas dendam pada warga Kp. Sanden
2. Terdakwa di Karaoke Bondy tidak masuk kedalam Karaoke Bondy dan hanya menunggu di luar saja dan tidak ada memerintahkan ke Kp. Sanden.
3. Terdakwa datang ke lokasi kejadian di Sanden sudah terlambat dan kejadian pengrusakan dan penyerangan ini telah selesai
4. Terdakwa sama sekali tidak ikut dalam penyerangan dan pengrusakan di Sanden ini dan hanya berada di lokasi kejadian

 Keterangan Saksi “MAHKOTA” MULYONO; di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan:
1. Bahwa terjadi pengeroyokan terhadap warga Kp. Sanden pada tanggal 18 Desember 2010 sekitar jam 8 malam lebih
2. Bahwa saksi berada di lokasi kejadian dan terdakwa juga berada di lokasi kejadian tetapi kalau Sigit saksi tidak tahu dan jumlah rombongan sekitar 20-an sepeda motor yang berangkat dari Kp. Karang Gading yang berjarak sekitar lebih kurang +/- 3 KM
3. Bahwa saat kejadian ini saksi dibonceng oleh Wantoyo dan tujuan tindakan ini adalah untuk mencari orang-orang yang mengeroyok saksi, Juhar, terdakwa dan kelik dan kejadiannya di Bondi pada tanggal 7 Desember 2010 dan pengeroyok saksi dengan teman-teman ini adalah warga sanden yang jumlahnya 20-an orang
4. Bahwa kejadian ini dimulai dengan start berkumpul di jalan Kampung Karang Gading tapi saksi tidak tahu siapa yang mengumpulkannya dan saksi tidak tahu siapa yang punya ide mengumpulkan orang ini
5. Bahwa benar sebelum kejadian ini saksi mengajak orang sebanyak 3 orang yang salah satunya TO
6. Bahwa saksi juga pernah telepon Wantoyo sebelum kejadian dengan kata-kata “Ikut Yo Bos” tetapi sama sekali tidak ada jawaban dari Wantoyo karena batery HP saksi habis, dan tiba-tiba Wantoyo datang pada saat orang sudah banyak yang berkumpul
7. Bahwa sebelum kumpul banyak orang ini sudah tersebar kabar akan ada balas dendam terhadap warga sanden di Kp, Karang Gading yang dimulai saat Wantoyo ada di rumah sakit sesaat setalah kejadian di Bondi
8. Bahwa saksi pernah mendengar Wantoyo bicara :Besok kumpul di jalan” dan Wantoyo juga bicara ama Juhar
9. Saat rombongan ini kumpul ini, saksi tidak tahu rombongan ini membawa apa saja dan Wantoyo saat datang juga tidak membawa apa-apa
10. Bahwa kumpul di Karang Gading di mulai jam 6 sore dan ada yang mengomandoi waktu mau berangkat tapi saksi tidak tahu siapa serta saksi ada di belakang rombongan
11. Bahwa kemudian rombongan menuju ke Bondi, tapi saat di Bondi karena orang yang dicari tidak ada, kemudian menuju ke Sanden
12. Bahwa saat saksi dan Wantoyo sampai di Sanden sudah ramai orang dan saksi tidak melihat kejadian apa-apa dan juga saat kejadian ini suasana pencahayaan remang-remang karena tidak ada bulan dan hujan
13. Bahwa saat di Sanden saksi mendengar kata-kata “Deni Sakit” kemudian saksi turun dari mootor yang dibawa Wantoyo dan saksi menolong Deni karena saksi melihat Deni terjatuh dan berdarah lalu saksi menaikkan Deni ke sepeda motor yang dikendarai Wantoyo dan saksi kemudian langsung berangkat pulang jalan kaki menuju Kupatan dan kemudian naik angkot pulang
14. Bahwa saat sampai di rumah saksi tidak keluar-keluar lagi dan tidak bertemu Wantoyo dan kemudian saksi pergi ke Muntilan karena saksi takut dan saksi yang juga mengajak Wantoyo
15. Bahwa pagi setelah kejadian saksi mendengar orang Karang Gading dicari oleh Polisi
16. Bahwa saksi tidak ikut melakukan pemukulan dan Wantoyo juga ikut melakukan pemukulan
17. Bahwa saat kejadian ini Wantoyo memakai helm dengan kaca penutup dan jaket warna gelap

 Keterangan Saksi “MAHKOTA” SIGIT WIJANARKO; di bawah sumpah pada pokoknya menerangkan:
1. Bahwa terjadi pengeroyokan terhadap warga Kp. Sanden pada tanggal 18 Desember 2010 sekitar jam 8 malam lebih
2. Bahwa saksi ikut melakukan penyerangan karena rasa solidaritas
3. Bahwa saksi melakukan kekerasan terhadap Counter HP dengan merusaknya dan juga terhadap orang yang berada di counter HP tersebut
4. Bahwa sebelum berangkat ke Bondi dan Kp. Sanden untuk balas dendam kepada warga Sanden, warga Kp. Karang Gading berkumpul di rumah saksi sambil minum-minuman keras lalu kemudian terdengar suara “berangkat-berangkat” dan selanjutnya warga Kp. KaranG gading berangkat menuju Bondi dengan menggunakan sepeda motor tapi karena ornag yang dicari tidak ada di Bondi kemudian kelompok menuju Kp. Sanden dan di Kp Sanden terjadi kekerasan di rumah Pak Djasman, Pos Jaga dan Counter HP
5. Bahwa saat di Bondi saksi melihat Mulyono berboncengan dengan Wantoyo menaiki sepeda motor Mio Soul Warna Merah
6. Bahwa sebelum kejadian di Kp. Sanden Mulyono pernah mengatakan kepada saksi “mau balas” dan kejadian ini dipicu oleh kejadian saat di Bondi Mulyono, Kelik dan Juwar di pukuli warga Sanden
7. Bahwa sebelum terdakwa sembuh, saksi pernah mendengar Wantoyo bicara “nunggu saya sembuh, nanti dibicarakan” dan juga saksi pernah dengar Mulyono bicara “tunggu aja tanggal mainnya”
8. Bahwa yang mengajak saksi melakukan pembalasan adalah Mulyono
9. Bahwa yang menyuruh saksi melakukan kekerasan adalah Mulyono dengan kalimat “Suk malam minggu neng kampung sanden” yang kemudian ditegaskan Juwar “Mengko kumpul njur marani”

 Keterangan Saksi HARTINI (A de Charge); dibawah sumpah dipersidangan pada intinya menyebutkan :
1. Bahwa saksi adalah isteri dari Terdakwa
2. Bahwa saksi mengetahui dan mendengar adanya penyerangan terhadap warga Kp. Sanden pada tanggal 18 Desember 2010 tetapi jamnya saksi tidak tahu
3. Bahwa kejadian ini diketahui saksi karena pada hari itu saksi pulang kerja sekitar jam 7 malam, dan sekitar jam 20.30 WIB saksi melihat suami keluar dari rumah setelah menerima telepon dan ditanya saksi “Mau kemana?” yang dijawab terdakwa “Keluar saja” dan untuk hal ini saksi tidak khawatir sama sekali karena memang sudah biasa
4. Bahwa kemudian ternyata saat saksi tidur, sekitar jam 11 malam ada yang ketuk-ketuk pintu rumah dan saat dibuka terlihat banyak polisi juga ada 2 mobil dan ada polisi yang pakai sepeda motor untuk menanyakan terdakwa
5. Bahwa kemudian saksi merasa sesak dan lemas setelah polisi pergi dan kemudian datang tetangga saksi termasuk salah satunya Pak RT yang berusaha menolong saksi, dan saksi kemudian sakit selama 3 hari
6. Bahwa kemudian setalah sakit ini, ada info dari keluarga terdakwa bahwa terdakwa berada di neneknya di sekitaran Pasar Gotong Royong
7. Bahwa dari rumah neneknya kemudian terdakwa ke rumah orang tuanya dan dirumah orang tuanya ini saksi bertemu dengan terdakwa dan bicara-bicara dengan Terdakwa dan terdakwa mengatakan tidak ikut-ikutan menyerang Sanden dan juga Terdakwa ada niat untuk menyerahkan diri karena posisi terdakwa sangat dipojokkan untuk meluruskan masalah sebenarnya dan kemudian Terdakwa serahkan diri tanggal 6 Januari 2011 untuk memberikan informasi dan meluruskan permasalahannya
8. Bahwa sebelum kejadian Sanden, ada peristiwa di Bondi, dimana Terdakwa dikeroyok di Bondi oleh anak-anak Sanden dan saksi mengetahui kejadian ini katrena diberitahu RT bahwa terdakwa sedang ada di rumah sakit
9. Bahwa kemudian saksi melihat terdakwa di rumah sakit di UGD dan terlihat terdakwa luka-luka, mulut banyak darah, pakaian kena darah dan wajah memar
10. Bahwa saat di rumah sakit ini ada juga juwar, yono, dan anak-anak karang gading lainnya
11. Bahwa sat di rumah sakit ini terdakwa tidak ada bicara apa-apa karena kepalanya pusing dan susah bicara
12. Bahwa kemudian saksi keluar menemui anak-anak karang gading dan saksi mengajak yono untuk lapor polisi juga anak-anak lainnya tetapi terlihat anak-anak karang gading marah dan emosi
13. Bahwa terdakwa kemudian langsung pulang malam itu juga dari rumah sakit dan hanya terbaringsaja di rumah karena sakit
14. Bahwa 2 hari kemudian terdakwa baru ngomong dan hanya menjawab karena masalah Bondi dan terdakwa tidak pernah cerita kepada saksi mau balas dendam
15. Bahwa saat terdakwa sakit ini, Yono dan Juwar sering mengunjungi terdakwa serta teman-teman terdakwa yang lainnya dan saat dikunjungi anak-anak karang gading ini, pernah terucap dari anak-anak karang gading mau bales tetapi terdakwa tidak pernah mengucapkannya
16. Bahwa setelah kejadian di Sanden, ada yang bilang bahwa terdakwa di Sanden menolong orang dan suami juga bilang memang ikut rombongan tetapi tdak ikut melakukan penyerangan
17. Bahwa sebelum berangkat ke Bondi dan Sanden ini, terdakwa membawa helm dengan oenutup kaca, Jaket Hitam dan Motor Mio Soul milik anak saksi
18. Bahwa panggilan terdakwa Kak Wan di Karang Gading sejak dari muda dan mungkin memang karena disegani
19. Bahwa setelah kejadian Bondi, terdakwa 5 hari tidak kerja sebagai penjaga Pasar Gotong Royong dan tukang parkir dan baru bekerja 2 hari sebelum kejadian penyerangan Sanden

 Keterangan Saksi SUHARTO (A de Charge) dibawah sumpah dipersidangan pada intinya menyebutkan :
1. Bahwa saksi dimintai keterangan dalam dugaan tindak pidana penyerangan terhadap warga Sanden
2. Pada saat kejadian penyerangan ke kampung Sanden saksi sedang berada di rumah dan saksi melihat ada warga yang kumpul-kumpul di rumah Sigit sebelum Maghrib sekitar 20-an orang dan banyak sepeda motor yang parkir
3. Bahwa saksi kemudian bertanya kepada Sigit yang dijawab Sigit ada Ulang tahun tetapi saksi tidak melihat ada terdakwa di lokasi kumpul-kumpul ini dan Mulyono juga tidak terlihat
4. Bahwa saat kumpul-kumpul ini saksi tidak melihat ada minum-minuman keras
5. Bahwa saksi bertemu dengan Terdakwa sekutar 2-3 hari setelah kejadian penyerangan Sanden di rumah orang tuanya terdakwa dan sat bertemu ini terdakwa pernah berkata tidak melakukan penyerangan
6. Bahwa sebelum kejadian saksi pernah tahu ada peristiwa pengeroyokan di Bondi terhadap anak karang gading dan saksi mengetahuinya saat mengunjungi terdakwa di rumah sakit yang kejadiannya seminggu sebelum penyerangan Sanden dan saat di rumah sakit saksi bertanya pada anak-anak Karang Gading yang dijawab “gelut karo cah sanden”
7. Bahwa yang memimpin penyerangan Sanden saksi tidak tahu dan saksi baru tahu terdakwa ikut dalam rombongan setelah bertemu di rumah orang tuanya
8. Bahwa saksi pernah mendengar dari JUWAR penyerangan tidak dipimpin Wantoyo dan saat kejadian Wantoyi juga datang terakhir kali dan saat di Sanden terdakwa menolong teman yang luka


 Keterangan Terdakwa WantoyoBin Suratman:

1. Bahwa terdakwa dihadapkan ke persidangan karena dugaan adanya penyerangan terhadap Kampung Sanden pada tanggal 18 Desember 2010 sekitar pukul 20.30 WIB yang dillakukan oleh warga Kampung Karang Gading
2. Bahwa jarak natara Sanden dengan Karang Gading sekitar 3-4 KM, dan saaat kejadian sekitar 20-an orang menuju Bondi dengan menggunakan sepeda motor dan terdakwa juga ikut dalam rombongan ini
3. Bahwa sebelum kejadian penyerangan ini, pada awalnya anak-anak karang gading berkumpul di rumah Sigit tapi terdakwa tidak mengetahui jam berapa mulai kumpulnya, terdakwa datang ke tempat kumpul-kumpul ini karena di telepon dan saat sampai terlihat sudah banyak yang kumpul
4. Bahwa sebelum kejadian terdakwa juga pernah ditelepon Mulyono yang mengajak terdakwa untuk mencari pengeroyok terdakwa dan mulyono serta teman-teman di Bondi sebelum kejadian penyerangan Sanden karena kata Mulyono pengeroyok adalah anak Sanden
5. Bahwa sebelum penyerangan Kampung Sanden, ditelepon Mulyon untuk melakukan pembalasan dan terdakwa tidak mengiyakan hanya menjawab “Ya sebentar”,
6. Bahwa saat sampai ditempat berkumpulnya anak-anak karang gading di rumah sigit, terdakwa hanya berada di pinggir jalan temanin Mulyono
7. Bahwa kemudian Mulyono berkata “Mari ke Bondi cari anak-anak Sanden” dan Terdakwa menjawab “Ya..”
8. Bahwa kemudian lebih kurang 5 menit, terlihat sudah pada menstarter sepeda motor dan lansung menuju ke arah Bondi dan posisi terdakwa bersama Mulyono ada ditengah rombongan
9. Bahwa kemudian rombongan singgah di Bondi dan Mulyono turun dari motor yang dikendarai Terdakwa dan masuk ke dalam Bondi untuk mencari anak-abak Sanden sedang terdakwa ada di depan halaman Bondi di pinggir jalan
10. Bahwa kemudian terlihat Mulyono keluar sambil berkata “Orangnya tidak ada” yang terdakwa jawab “Ooooo..”
11. Bahwa kemudian tahu-tahu terlihat ada rombongan yang menuju Sanden tapi terdakwa tidak tahu siapa yang mengomandoi dan berselang 3-5 menit kemudian terdakwa yang membonceng Mulyono menuju Sanden dengan beberapa lainnya
12. Bahwa saat Terdakwa dan Mulyono sampai di Kp Sanden sudan terlihat sisa penyerangan dan terdakwa tidak menyaksikan penyerangan ini dan hanya ada rubung-rubung dan ada yang bawa senjata
13. Bahwa kemudian Terdakwa melihat Mulyono memapah seseorang lalu menaikkannya ke sepeda motor terdakwa, dan saat di sepeda motor terdakwa tahu itu anak karang gading (dani) yang kemudian bawa ke pinggir jalan dan sepeda motor terdakwa serahkan kepada Pengki dengan kata-kata “Peng, nunut iki... Luka”
14. Bahwa kemudian terdakwa langsung pulang karena rombongan lain juga sudah pada pulang serta terdaka mendaengar Mulyono berkata “sudah pada kejadian” serta terdakwa pulang ke rumah ibu terdakwa dan terdakwa tidak ketemu anak karang gading lainnya
15. Bahwa kemudian, sekitar 5 menitan, terdakwa berangkat ke pasar gotong royong untuk kerja jaga malam dan sekitar Jam 11 malam, pekerjaan terdakwa digantikan Yanto lalu kemudian terdakwa pulang ke Tanom rumah nenek terdakwa karena ada informasi terdakwa dicari polisi
16. Bahwa 1 minggu di rumah nenek kemudian terdakwa pulang ke rumah ibu terdakwa dan sekikat 1 bulan setelah kejadian terdakwa menyerahkan diri


ANALISIS HUKUM

Majelis Hakim Yang Mulia;
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Serta Hadirin Sidang Sekalian;

Proses peradilan pidana adalah proses persidangan yang sangat berbeda dengan persidangan lainnya, karena dalam proses persidangan pidana haruslah dapat diukur seberapa jauh kesalahan (schuld) yang pada diri terdakwa atas dugaan tindak pidana yang didakwakan tanpa ada sedikitpun keraguan pada Majelis Hakim tentang hal tersebut. Untuk kemudian, berdasarkan hal ini, dapat pula diukur dan dimintakan seberapa besar pertanggungjawaban pidana yang bisa dilekatkan pada terdakwa.

Hal ini pulan yang disampaikan Curzon LB Curzon dalam bukunya “Criminal Law” (London; M & E Pitman Publishing ; 1997) yang menjelaskan :
“Bahwa untuk dapat mempertanggung jawabkan seseorang dan karenanya mengenakan pidana terhadapnya, tidak boleh ada keraguan sedikitpun pada diri hakim tentang kesalahan terdakwa”

Sedangkan Prof. Moeljatno pada bukunya “Asas-Asas Hukum Pidana” (Jakarta; Bina Aksara; 1987) menerangkan :
“Orang tidak mungkin mempertanggung jawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana”

Sementara, Indriyanto Seno Adji dalam buku “Korupsi dan Hukum Pidana” menyebutkan:
”Tindak pidana adalah perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya”

Karakteristik perkara pidana Indonesia menempatkan unsur esensial dalam perumusan delik, baik yang ujud perumusannya secara tersirat maupun tersurat, yaitu apa yang dinamakan unsur melawan hukum atau “wedderechttelijk”.

Sebagai delik formil, unsur melawan hukum dalam perumusan delik kerap menempatkannya sebagai suatu perbuatan yang primaritas untuk menentukan dipidananya seseorang atau tidak, atau dikenal dengan istilah “strafbarehandeling”.

Perbuatan terdakwa yang dapat dipidana (strafbarehandeling) terletak pada wujud perbuatan yang dirumuskan dalam ketentuan / pasal pengaturnya, bukan pada akibat dari perbuatan sebagai bentuk dari delik materil. Sebagai delik formil, konsekuensi hukum adalah seorang penuntut umum wajib membuktikan unsur esensial dari “strafbarehandeling” atau perumusan ketentuan yang didakwakan tersebut, begitu pula pembuktian terhadap unsur yang merupakan “sarana” penggunaan dari strafbarehandeling.

Berbicara pertanggungjawaban pidana, semuanya sangat bergantung adanya suatu tindak pidana (delik). Tindak pidana disini, berarti menunjukkan perbuataan yang dilarang. Leonard Switz pada bukunya berjudul “Dilemma’s in Criminology” (New York; Mc. Graw Hill; 1967) menyebutkan untuk dikatakan sebagai suatu tindak pidana (delik) jika telah terpenuhinya 5 syarat, yaitu :
1. An act must take place that involves harm inflicted on someone by the actor
2. The act must be legally prohibited in the time it is committed
3. The perpetrald must have criminal intent (mesn rea) whe he engages in the act
4. There must be caused relationship between the voluntary misconduct and the harm that result from it; &
5. There must some be legally prescribed punishment for anyone convicted of the act

Kata Delik atau delictum memiliki memiliki arti sebagai perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. Dimana dalam hukum pidana sendiri kita mengenal dua jenis yaitu delik formil yang perumusannya menitikberatkan pada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang serta delik materil yang perumusannya menitikberatkan pada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang. Dan, pada delik ini sendiri Van Hattum menyebutkan antara perbuatan dan orang yang melakukannya sama sekali tidak dapat dipisahkan.
Dalam ilmu hukum pidana, kita juga mengenal unsur dalam delik yaitu:
1. Unsur subyektif yaitu berupa unsur yang berasal dari dalam diri si pelaku yang dihubungkan dengan adanya suatu kesalahan yang diakibatkan oleh suatu kesengajaan (opzet/dolus) ataupun kealpaan (negligence) yang juga sangat berhubungan dengan asas hukum pidana “an act does not make a person guilty unless the mind guilty or actus non facit reum nisi mens sit rea”.
Dalam perkembangan ilmu hukum pidana sendiri, para pakar pidana telah menyetujui tentang kesengajaan sendiri terbagi atas 3 (tiga) bentuk yaitu :
 Kesengajaan sebagai maksud (oogmerk)
 Kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet als zekerheid bewustzijn)
 Kesengajaan dengan keinsyafan akan kemungkinan (dolus eventualis)
Serta untuk kealpaan terbagi atas 2 (dua) bentuk yaitu :
 Tidak berhati-hati
 Dapat menduga kemungkinan akibat perbuatan itu
2. Unsur Obyektif yang merupakan unsur yang berasal dari luar diri si pelaku yang terdiri atas :
a. Perbuatan manusia berupa :
a.1. act yaitu perbuatan aktif atau perbuatan positif
a.2. omission yaitu perbuatan pasif atau perbuatan negative yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan
b. Akibat (result) perbuatan manusia, dimana dalam hal ini akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum
c. Keadaan-keadaan (circumstances) yang terbagi atas :
c.1 keadaan pada saat perbuatan dilakukan
c.2 keadaan pada saat perbuatan telah dilakukan
d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum, dimana sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman dan sifat melawan hukum adalah perbuatan itu bertentangan dengan hukum yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.

Prof. Satochid Kartenegara sehubungan dengan pengertian delik menyebutkan, unsur delik terdiri atas unsur obyektif dan unsur subyektif, dimana unsur obyektif adalah unsur yang terdapat di luar diri manusia yaitu :
- Suatu tindakan
- Suatu akibat, dan
- Keadaan (omstandigheid)
Dimana kesemuanya itu dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.

Sedangkan unsur subyektif adalah unsur-unsur dari perbuatan yang dapat berupa :
- Kemampuan dapat dipertanggung jawabkan (toerekenings vatbaarheid)
- Kesalahan (schuld)

Untuk melihat tindak pidana (delik) tidaklah bisa berdiri sendiri-sendiri karena baru akan bermakna apabila ada suatu proses pertanggungjawaban pidana. Artinya, setiap orang yang melakukan tindak pidana (delik) tidak dengan sendirinya harus dipidana atau dijatuhkan hukuman, karena agar dapat dijatuhi suatu pemidaan atau hukuman maka pada diri orang tersebut harus ada unsur dapat dipertanggungjawabkan secara pidana yang dapat dimintakan ataupun dijatuhkan sesuai dengan unsur perbuatan sebagaimana ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Herman Kontorowich, yang ajarannya diperkenalkan Prof Moeljatno menyebutkan :
“Untuk adanya suatu penjatuhan pidana terhadap pembuat (strafvorrassetzungen) diperlukan lebih dahulu pembuktian adanya perbuatan pidana (strafbarehandlung), lalu sesudah itu diikuti dengan dibuktikannya adanya ‘schuld’ atau kesalahan subyektif pembuat. ‘Schuld’ baru ada sesudah ada ‘unrecht’ atau sifat melawan hukum suatu perbuatan”

Pertanggungjawaban pidana sendiri lahir dengan diteruskannya celaan (verwijtbaarheid) yang obyektif terhadap perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana berdasarkan hukum pidana yang berlaku, dan diteruskannya celaan yang subyektif kepada seseorang yang memenuhi syarat untuk dijatuhi pidana karena perbuatannya. (Dr. Dwija Priyatno, SH, MHum, Sp.N, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, CV Utomo, hal. 30)

Bahwa rumusan delik dalam Pasal 160 KUHP, pembuktiannya tidak hanya sekedar melihat pertanggungjawaban pidana berdasarkan “materiele feit” sebagai delik campuran, tetapi tetap harus berpegang pada asas pertanggungjawaban pidana yang berlaku secara universal yang dikenal dengan istilah “Geen Straf Zonder Schuld” (tiada pidana tanpa kesalahan), apakah schuld (kesalahan) tersebut berupa opzet (kesengajaan) maupun berupa culpa (kelalaian) dengan mengaitkan adanya suatu prinsip “formeele wedderechtelijkheid” dan adanya suatu alasan penghapusan pidana berdasarkan fungsi negatif.

Kesalahan adalah unsur, bahkan merupakan syarat mutlak bagi adanya pertanggungjawaban berupa pengenaan pidana pada seseorang. Kesalahan juga merupakan asas fundamental dalam hukum pidana. Sesuai dengan pandangan dualistis, yang juga dianut Prof. Moeljatno menegaskan semua syarat yang diperlukan untuk pengenaan pidana harus lengkap adanya dan menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Pandangan ini pada dasarnya untuk mempermudah dalam melakukan sistematisasi unsur-unsur dari suatu tindak pidana, artinya dapat menggolongkan mengenai unsur mana yang masuk dalam perbuatannya dan unsur mana yang termasuk dalam unsur kesalahannya. Unsur-unsur kesalahan itu sendiri dalam arti luas adalah :
- Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pembuat, artinya keadaan jiwa si pembuat harus normal
- Hubungan bathin antara si pembuat dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan / dolus atau kelalaian / culpa
- Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf
(Dr. Dwija Priyatno, SH, MHum, Sp.N, Kebijakan Legislasi tentang Sistem Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Indonesia, CV Utomo, hal. 36-41)


Majelis Hakim Yang Mulia;
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang terhormat;
Serta hadirin Sidang sekalian;

Sebagaimana diungkapkan diatas, dalam rangka membuktikan semua unsur tindak pidana, terlebih dahulu harus dipahami sistem pertanggungjawaban pidana karena hal ini erat kaitan dengan penentuan terjadinya tindak pidana serta penentuan siapa sebenarnya yang bertanggungjawab dalam tindak pidana tersebut. Dan, tak kalah penting adalah dalam menentukan kesalahan dan/atau kesengajaan tersebut harus ada atau mempunyai kehendak dan niat untuk berbuat dari si pembuat/pelaku itu sendiri.

Selanjutnya, sesuai dengan pendapat Roeslan Saleh, pembuktian akan kehendak untuk berbuat berkaitan erat dengan syarat yang merupakan kekhususan dari kealpaan yaitu :
1. Tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum
2. Tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum.

Pembuktian terhadap syarat pertama dari kealpaan tersebut diletakkan pada hubungan bathin terdakwa dengan akibat yang timbul dari perbuatan atau keadaan yang menyertainya. Dalam hal ini, perbuatan yang telah dilakukan terdakwa itu seharusnya dapat dihindarinya karena seharusnya dapat menduga lebih dahulu bahwa perbuatannya akan menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang. Menurut Memorie Van Toelichting, maka kata “dengan sengaja” (opzettelijk) adalah sama dengan “willens en wetens” (dikehendaki dan diketahui).

Mengenai pengertian pada Memorie van Toelichting tersebut, Prof Satochid Kartanegara mengutarakan bahwa yang dimaksud dengan opzet willens en weten (dikehendaki dan diketahui) adalah :
“Seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menghendaki (willen) perbuatan itu serta menginsyafi atau mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan itu”
(Leden Marpaung; Asas-Teori-Praktik HUKUM PIDANA; Sinar Grafika; Jakarta; 2005; hal 13)

Bahwa selain itu, dihubungkan dengan Dakwaan Jaksa Penuntut Umum pada awal persidangan ini, untuk dapat menyatakan Terdakwa Drs. Rochman Mawardi bin Supangat terbukti atau tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana pada Dakwaan Primair ataupun Dakwaan Subsidair, maka secara minimal yang harus diperhatikan adalah mengenai penerapan dari “fakta” dengan “strafbarehandeling” yang antara lain dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
1. Apakah benar terdakwa telah melakukan perbuatan melawan hukum sehubungan dengan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan dikaitkan dengan unsur Pasal 160 KUHP?
2. Apakah benar terdakwa telah menghasut baik lisan atau tulisan supaya melakukan tindak pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, atau tidak menuruti ketentuan undang-undang maupun perintahjabatan yang diberikan berdasarkan undang-undang? Dan apakah sebab-musabab-akibat dari fakta peristiwa hukum ini?
3. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana yang seharusnya dihubungkan dengan keseluruhan fakta yang terungkap di persidangan?
Selain itu, untuk menentukan apakah Terdakwa terbukti secara syah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penghasutan sebagaimana didakwakan Rekan Jaksa Penuntut Umum kepada dirinya, maka semua unsur dari pasal yang didakwakan kepadanya harus dapat dibuktikan dengan alat bukti yang syah yang dihadapkan di depan persidangan.


Majelis Hakim Yang Mulia,
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat,
Serta Hadirin Sidang Sekalian;

Dr. Chairul Huda, SH, MH, dalam bukunya “dari Tiada pidana tanpa kesalahan menuju kepada tiada pertanggung jawaban pidana tanpa kesalahan” (tinjauan kritis terhadap teori pemisahan tindak pidana dan pertanggung jawaban pidana) pada hal 64 menyebutkan:
Mempertanggung jawabkan seseorang dalam hukum pidana bukan hanya berarti sah menjatuhkan pidana terhadap orang itu, tetapi juga sepenuhnya dapat diyakini bahwa memang pada tempatnya meminta pertanggung jawaban atas tindak pidana yang dilakukannya. Pertanggung jawaban pidana tidak hanya berarti “rightfully sentenced” tetapi juga “rightfully accused”. Pertanggung jawaban pidana pertama-tama merupakan keadaan yang ada pada diri pembuat ketika melakukan tindak pidana. Kemudian pertanggung jawaban pidana juga berarti menghubungkan antara keadaan pembuat tersebut dengan perbuatan dan sanksi yang sepatutnya dijatuhkan. Dengan demikian, pengkajian dilakukan dua arah. Pertama, pertanggung jawaban pidana ditempatkan dalam konteks sebagai syarat-syarat factual (conditioning facts) dari pemidanaan, karenanya mengemban aspek preventif. Kedua pertanggung jawaban pidana merupakan akibat hukum (legal consequences) dari keberadaan syarat-syarat factual tersebut, sehingga merupakan bagian dari aspek represif hukum pidana. “It is this condition between conditioning facts and conditioned legal consequences whichs is expressed in the statement about responsibility”.

Jadi, dalam hal ini selain harus dikaji fakta dengan unsur-unsur yang terdapat pada pasal-pasal yang telah didakwakan kepada seorang terdakwa, maka juga harus dikaji pula mengenai tepat ataukah tidak pertanggung jawaban dimintakan kepada seseorang tersebut sebagaimana yang telah didakwakan oleh Penuntut Umum. Jangalah sampai, kita melakukan suatu dakwaan dan atau tuntutan kepada seseorang yang sebenarnya tidak bersalah dan seharusnya tidak dimintakan pertanggung jawaban pidana pada drinya karena dengan melakukan tindakan ini maka pada dasarnya telah terjadi suatu “pemerkosaan” terhadap hukum dan keadilan.

Bahwa, untuk menentukan apakah terhadap terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana, haruslah terbukti semua unsur-unsur dari pasal yang didakwakan kepadanya sebaliknya apabila salah satu unsur delik tidak terbukti maka tidak ada perbuatan yang dapat dianggap sebagai strafbarehandeling. Selanjutnya, apabila semua unsur delik dapat dibuktikan, maka yang kemudian harus dikaji adalah patutkah pertanggung jawaban pidana ditujukan kepada terdakwa dengan menjatuhkan pemidaan (celaan) kepada dirinya atau adakah alasan pembenar atau alasan pemaaf yang dapat melepaskan Terdakwa dari dakwaan penuntut umum yang dalam ilmu hukum pidana dikenal dengan istilah Strafuitsluitingsgronden.
Dalam hal straftuitsluitingsgronden ini, Prof.Satochid Kartanegara memberi pengertian sebagai hal-hal atau keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan orang yang telah melakukan sesuatu yang dengan tegas dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang (delik) tidak dapat dihukum. Tidak dapat dihukum dimaksud karena tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Syarat yang kemudian membuat seseorang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum pidana dalam melakukan perbuatannya menurut Prof. Mr. G. A. van Hammel adalah sebagai berikut :
1. Jiwa orang harus sedemikian rupa sehingga ia mengerti atau menginsyafi nilai dari perbuatannya
2. Orang harus menginsyafi bahwa perbuatannya menurut tata cara kemasyarakatan adalah dilarang
3. Orang harus dapat menentukan kehendaknya terhadap perbuatannya

Majelis Hakim Yang Mulia,
Rekan Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat,
Serta Hadirin Sidang Sekalian;


Selanjutnya, disini kami selaku penasihat hukum dari Terdakwa akan membahas mengenai unsur-unsur pasal yang dituntut kepada Terdakwa yaitu Pasal 160 KUHP yang terdiri atas hal-hal sebagai berikut:

Bagi kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa, memiliki perbedaan pendapat dengan Rekan Jaksa Penuntut Umum dihubungkan dengan kesimpulan Rekan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa Dakwaan Pertama telah terbukti secara syah dan menyakinkan sehingga Terdakwa harus dijatuhi hukuman penjara 10 (sepuluh) bulan penjara dipotong masa tahanan yang telah dijalani, karena selaku Penasihat Hukum Terdakwa kami menyimpulkan Dakwaan Pertama tidak dapat terbukti secara syah dan menyakinkan.

Beberapa hal yang menjadi catatan sehingga kami melahirkan kesimpulan tidak terbukti secara syah dan menyakinkan Dakwaan Pertama dalam perkara ini adalah dengan melihat unsur-unusr pasal yang terdapat dalam Pasal 160 KUHP serta dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan baik itu keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa maupun alat bukti lainnya.

Melihat dari ketentuan yang terdapat pada Pasal 160 KUHP, maka dapat diuraikan unsure pasal ini adalah sebaa berikut :

Unsur pertama : Barang Siapa

Bahwa unsur Barang siapa merupakan elemen delict dan bukan bestandeel delict dalam suatu ketentuan yang terdapat pada pasal perundang-undangan yang tentunya harus dibuktikan Rekan Jaksa Penuntut Umum berdasarkan fakta dipersidangan dan bukan rekaan semata. Menurut hemat kami, unsur Barang Siapa haruslah dihubungkan dengan perbuatan yang telah didakwakan untuk selanjutnya dibuktikan apakah perbuatan tersebut memenuhi unsur pidana atau tidak sebagaimana terdapat dalam ketentuan pasal perundang-undangan yang mengaturnya. Kalau unsur perbuatan tersebut terpenuhi atau terbukti secara syah dan menyakinkan, maka barulah unsur barang siapa dapat dinyatakan terpenuhi atau terbukti apabila memang unsur barang siapa tersebut dapat ditujukan pada diri Terdakwa.

Dalam hal ini, menurut pendapat kami yang dimaksud Barang Siapa dalam dakwaan Rekan Jaksa Penuntut Umum jelas ditujukan kepada manusia atau orang sebagai subyek hukum yang berfungsi sebagai hoofdader, dader, mededader atau uitlokker dari perbuatan pidana (delict) yang telah memenuhi semua unsur dalam rumusan delik sebagaimana tertulis dan tercantum pada dakwaan dan kemudian kepadanya dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana atas perbuatan tersebut.

Barang siapa sendiri, pada dasarnya bukanlah unsur namun dalam perkembangan praktek peradilan, kata barang siapa selalu menjadi bahasan serta ulasan baik oleh Penuntut Umum maupun Pengadilan. Barang siapa pada dasarnya mengandung prinsip persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law) sebagai asas hukum yang berlaku universal. Dan, dalam melihat unsur Barang siapa ini sendiri tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan dari konsep serta prinsip ajaran tentang prosedur pertanggungjawaban pidana kepada seseorang atau koorporasi.

Namun demikian, mengikuti dari pembahasan yang diberikan Rekan Jaksa Penuntut Umum dalam requisitor (tuntutan)-nya kepada Terdakwa Wantoyo Bin SUratman, maka kami pun meletakkan pembahasan mengenai unsur Barang Siapa dalam pasal ini pada pembahasan pertama dari unsur pasal. Dan berangkat dari pembahasan serta penilaian kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa, maka pada pokoknya kami sependapat unsur Barang Siapa telah terpenuhi karena Terdakwa Wantoyo Bin Suratman merupakan subyek hukum yang mampu bertanggung jawab dalam setiap tindakan hukum yang dilakukannya serta tiada alasan pemaaf ataupun pembenar yang bisa ditujukan pada diri Terdakwa Wnatoyo Bin Suratman.


Unsur KEDUA : Dengan Lisan atau Tulisan Menghasut Supaya Melakukan Perbuatan Pidana, Melakukan Kekerasan Terhadap Penguasa Umum atau Tidak Menuruti Baik Ketentuan Undang-Undang Mapun Perintah Jabatan Yang Diberikan Berdasarkan Ketentuan Undang-Undang

Bahwa dalam hal ini, kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa Wantoyo Bin Suratman patut menyampaikan hal terkait dengan inti Pasal 160 KUHP karena dengan unsur ketiga inilah dapat disimpulkan apakah seorang terdakwa terbukti secara syah dan menyakinkan melakukan perbuatan pidana atau tidak sebagaimana diancam pasal ini. Berangkat dari ketentuan Pasal 160 KUHP, haruslah dilihat secara menyeluruh dengan menghubungkan setiap bagian-bagian dari unsur pasal ini yaitu:
1. Perbuatan dilakukan dengan sengaja yang tentunya memiliki konsekuensi perbuatan tersebut dapat dan memang terbukti dilakukan dengan suatu niat dan dilakukan dengan cara melawan hukum
2. Perbuatan dilakukan dengan adanya hasutan melakukan perbuatan pidana, kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti ketentuan UU maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar UU

Bahwa, untuk terpenuhinya delik dalam unsur ke-3 haruslah dilakukan “dengan sengaja” yang memiliki makna perbuatan dilakukan dengan arti “tahu dan dikehendaki” si pelaku tindak pidana (R SOESILO Kitab Undang-Undang Hukum PIdana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal-Pasalnya; POLITEIA; Bogor; 1985, h. 24)

Selanjutnya, untuk memahami pengertian “dengan sengaja” dapat diambil pada Crimineel WetBoek tahun 1809 yang mencantumkan “Kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang” serta dalam Memorie van Toelichting (MvT) tahun 1881 sewaktu Menteri Kehakiman mengajukan Crimineel WetBoek (yang saat ini menjadi ketentuan pidana yang berlaku di Indonesia), dimuat bahwa kesengajaan itu adalah dengan sadar berkehendak untuk melakukan suatu kejahatan tertentu (de bewuste richting van den wil op een bepaald misdrijf) yang kemudian oleh Prof. Satochid Kartenahegara disimpulkan mengenai kesengajaan ini sebagai “seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sengaja harus menghendaki (willwn) perbuatan itu serta harus menginsyafi atau mengerti (weten) akan akibat dari perbuatan itu.

Adapun bentuk-bentuk kesengajaan sendiri, kita mengenal 3 (tiga) jenis yang tentunya berguna untuk menjelaskan dan membuktikan kesengajaan bagaimanakah yang telah dilakukan terdakwa dalam dugaan tindak pidana, yaitu :
1. Kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk)
Kesengajaan ini sendiri harus dilakukan pelaku tindak pidana dengan “maksud” (oogmerk) yang dibedakan dengan “motif” suatu perbuatan. Sehari-hari, motif diidentikkan dengan tujuan. Agar tidak timbul keragu-raguan, diberikan contoh sebagai berikut :
2. Kesengajaan dengan keinsyafan pasti (opzet als zekerheids bewustzijn)
Dalam kesengajaan bentuk ini, si pelaku (doer or dader) mengetahui secara pasti atau yakin benar bahwa selain akibat dimaksud, akan terjadi akibat lain dan menyakini dengan pasti bahwa dengan melakukan perbuatan itu, pasti akan timbul akibat lain.
3. Kesengajaan dengan keinsyafan kemungkinan (dolus eventualis)
Dalam bentuk kesengajaan ini si pelaku menyadari bahwa mungkin akan timbul akibat lain yang juga dilarang dan diancam oleh undang-undang
(lihat, Leden Marpaung; Asas – Teori – Praktik HUKUM PIDANA; Sinar Grafika; Jakarta; Mei 2005; h. 15 – 16)

Berangkat dari penjelasan diatas, dalam hal ini kita harus melihat kesengajaan yang bagaimanakah yang telah dilakukan terdakwa Wantoyo Bin Suratman dihubungkan dengan dakwaan-dakwaan yang ditujukan kepadanya oleh Rekan Jaksa Penuntut Umum serta dihubungkan dengan fakta-fakta dipersidangan selama ini, baik dari alat-alat bukti, keterangan-keterangan saksi serta keterangan terdakwa sendiri.

Bahwa, berangkat dari fakta-fakta persidangan dan dihubungkan dengan unsur utama dalam pasal ini yaitu “dengan sengaja” dapatlah kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menarik kesimpulan perbuatan Terdakwa Wantoyo Bin Suratman sama sekali tidak memenuhi unsur “dengan sengaja”. Kesimpulan ini diraih dengan alasan-alasan yang diangkat dan diambil dari fakta persidangan yang dengan jelas memperlihatkan secara nyata dan gamblang sama sekali tidak ada oogmerk dari Terdakwa Wantoyo Bin Suratman untuk melakukan hasutan melakukan perbuatan pidana ataupun kekersan terhadap penguasa umum. Bahwa, peristiwa ini terjadi pada awalnya oogmerk bukanlah dari Terdakwa melainkan karena adanya desas-desus akan diadakannya balas dendam oleh kelompok warga Karang Gading akibat adanya pengeroyokan terhadap diri terdakwa dan beberapa temannya di Karaoke Bondi, tapi terdakwa sendiri baik secara nyata melaui lisan atau tulisan sama sekali tidak melakukan perbuatan ini. Dan ternyata, memang terbukti di persidangan.

Bahwa selain itu, unsur ketiga dari Pasal 160 KUHP ini, kami selaku penasihat hukum Terdakwa Wantoyo Bin Suratman, melihat setiap perbuatan pidana/tindak pidana atau delik tentunya haruslah memenuhi unsur dengan melawan hukum baik dinyatakan secara tegas pada pasal perundang-undangan ataupun tidak disebutkan dengan tegas. Oleh karena itu, maka baik Rekan Jaksa Penuntut Umum dalam tuntutannya, Penasihat Hukum pada pledooinya dan Majelis Hakim pada putusannya haruslah mengkaji dan mebahas mengenai terpenuhi atau tidak terpenuhi unsur dengan melawan hukum sehingga seorang terdakwa dapat dijatuhi atau tidak dijatuhi sanksi pidana sesuai dengan peaturan perundang-undangan yang berlaku.

Sehubungan dengan perkara yang didakwakan kepada Terdakwa Wantoyo Bin Suratman oleh Rekan Jaksa Penuntut Umum dan kemudian telah menuntut Terdakwa dengan hukuman 10 (sepuluh) bulan penjara dengan dikurangi masa tahanan, maka kami selaku Penasihat Hukum Terdakwa menolak dengan tegas apa yang diungkapkan dan diuraikan Rekan Jaksa Penuntut Umum tersebut baik dalam Requisitornya.

Hal ini perlu kami sampaikan, karena selaku Penasihat Hukum Terdakwa Wantoyo Bin Suratman melihat bahwa unsur dengan melawan hukum tidaklah terbukti secara syah dan menyakinkan dilakukan Terdakwa Wantoyo Bin Suratman. Tidak terbuktinya unsur melawan hukum karena pada diri Terdakwa tidak terdapat sama sekali kesalahan (schuld) dalam perbuatan yang telah didakwakan dan dituntut kepadanya baik yang dilakukan dengan kesengajaan ataupun kelalaian. Hal ini dikaitkan dengan pertimbangan perbuatan yang dilakukan terdakwa tersebut sama sekali tidak memiliki oogmerk untuk menghasut melakukan perbuatan pidana, atau kekerasan terhadap penguasa umum meskipun Terdakwa sendiri memang berada di sekitar lokasi kejadian tindak pidana tersebut, tetapi keberadaan Terdakwa dilokasi setalah kejadian tindak pidana berlangsung dan terdakwa kemudian menolong salah satu warga Kampung Gading yang ternyata mengalami luka-luka di lokasi kejadian tersebut.

Bahwa selanjutnya, ketentuan Pasal 160 KUHP merupakan ketentuan pidana yang menitik beratkan tentang adanya perbuatan atau tindakan MENGHASUT. Dalam hal ini, melihat dari pengertian yang tertuang pada Pasal 160 KUHP sendiri, tidak pernah ditemukan arti atau pengertian yang jelas serta tegas dari MENGHASUT.

Namun berangkat dari pengertian umum bahasa yang berlaku dalam kehidupan masyarakat dan yang digunakan sehari-hari, maka kata menghasut adalah suatu rangkaian kalinat atau bujuk rayu untuk mengajak orang lain melakukan suatu perbuatan demi kepentingan si pengajak tersebut.

Berangkat dari hal tersebut, jelaslah bahwa untuk terpenuhinya kategori suatu MENGHASUT haruslah memenuhi hal-hal sebagai berikut yaitu :
1. Perbuatan dengan menganalkan orang lain
2. Tidak ada tujuan yang pantas atau dengan secara tidak perlu
3. Dilakukan dengan sadar dan secara sengaja
4. Mengakibatkan orang lain melakukan perbuatan sebagaimana ajakan yang diarahkan
Dari pengertian diatas dan dihubungkan dengan fakta-fakta yang terugkap dipersidangan sehubungan dengan dugaan tindak pidana yang dituntut kepada Terdakwa Wantoyo Bin Suratman maka dapatlah kami Penasihat Hukum Terdakwa menyampaikan hal-hal sebagai berikut :
 Bahwa dihubungkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan berdasarkan keterangan para saksi, keterangan terdakwa serta alat bukti lain yang diajukan di muka persidangan ini jelas sekali Terdakwa dalam hal perbuatan ini sama sekali tidak memiliki niat jahat untuk mengajak atau mengarahkan warga Kampung Karang Gading untuk melakukan penyerangan atau perbuatan pidana lainnya terhadap warga Kampung Sanden dan ikutnya terdakwa dalam rombongan yang kemudian ingin mencari anak-anak Sanden yang pernah memukul anak-anak Karang Gading tidak lebih dan tidak bukan karena rasa solidaritas sesama warga Karang Gading terlebih lagi terdakwa termasuk salah satu korban pemukulan oleh warga Kampung Sanden yang terjadi di Karaoke Bondi seminggu sebelum periostiwa penyerangan Kampung Sanden sehingga tidaklah dapat dibuktikan adanya kemauan jahat pada diri terdakwa
 Bahwa agar dapat dihukumnya suatu perbuatan yang mengandung unsur MENGHASUT, perbuatan tersebut haruslah dilakukan dengan sengaja dan sadar oleh seseorang kepada orang lain dan bukanlah gerakan spontanitas belaka. Melihat dari fakta-fakta persidangan, jelas sekali tindakan kelompok warga Kampung Karang Gading bukanlah suatu rangkaian perbuatan yang dilakukan dengan sengaja tetapi merupakan tindakan spontanitas yang disebabkan adanya rasa kesal, marah dan kemudian muncul desas-desus disekitaran kampung Karang Gading untuk melakukan pembalasan. Bahwa kemudian terdakwa ikut dalam rombongan yang ingin mencari warga Sanden yang melakukan pemukulan terhadap warga Karang Gading adalah karena solidaritas warga Karang Gading dan pada saat awal berangkat semuanya erupakan gerakan spontanitas karena banyak warga yang berkumpul di rumah Sigit.
 Bahwa selain itu, suatu tindak MENGHASUT harus mengakibatkan adanya orang lain yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh si Penghasut. Dihubungkan dengan fakta-fakta dipersidangan jelas sekali Terdakwa tidak pernah mengajak atau pun mengarahkan ataupun memerintahkan warga Kampung Karang Gading melakukan penyerangan terhadap Warga Kampung Sanden, kalaupun ada pada awalnya hanyalah sebuah gerakan spontanitas hendak mencari pelaku pemukulan terhadap warga Karang Gading di Karaoke Bondi dan bukan pula suatu tindakan penyerangan terhadap Kampung Sanden dan itu pun bukan diawali oleh Terdakwa Wantoyo Bin Suratman sebagaimana Dakwaan dan tuntutan Rekan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini.


Majelis Hakim Yang Mulia;
Jaksa Penuntut Umum Yang Terhormat;
Hadirin Sidang Yang Berbahagia;

Bahwa setelah memperhatikan dengan seksama seluruh rangkaian persidangan, terutama yang berkaitan dengan pemeriksaan para saksi, dan pemeriksaan terhadap diri klien kami (Terdakwa) sendiri, maka kita semua secara obyektif dapat melihat klien kami Terdakwa Wantoyo Bin Suratman sama sekali tidak terbukti secara syah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana pada dakwaan pertama Rekan Jaksa Penuntut Umum dalam perkara ini.

Selanjutnya, ada beberapa catatan yang akan kami berikan terlebih dahulu sebelum kami menutup Nota Pembelaan ini yaitu :
 Bahwa klien kami (TERDAKWA) telah sangat menyesali adanya tindakan penyerangan terhadap Kampung Sanden dimana terdakwa ikut dalam rombongan penyerang tersebut
 Bahwa klien kami tersebut diatas telah merasakan akibat yang sangat besar yang merugikan diri klien kami dan juga keluarganya akibat perbuatan yang telah dilakukannya, dimana saat ini kebebasan klien kami selaku manusia telah dikekang dengan adanya penahanan mulai dari tingkat tingkat penyidikan di kepolisian hingga persidangan ini
 Selain itu, perlu kami kemukakan disini, bahwa selama ini Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga yang harus mencukupi kebutuhan keluarga dalam mencari nafkah bagi menunjang kehidupan keluarga.

Berdasarkan hal-hal yang telah kami ungkapkan diatas, maka kami mohon kepada Majelis Hakim agar memberikan putusan:
1. Menerima Pembelaan (Pledooi) dari Penasihat Hukum Terdakwa Mendy Saputra Bin Robert Frans secara keseluruhan;
2. Menyatakan Terdakwa Wantoyo Bin Suratman TIDAK TERBUKTI secara syah dan menyakinkan melanggar Pasal 160 KUHP; Terdakwa TIDAK TERBUKTI secara syah dan menyakinkan melanggar Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP; dan TERDAKWA TIDAK TERBUKTI secara syah dan menyakinkan melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;
3. Membebaskan Terdakwa Wantoyo Bin Suratman dari Dakwaan PERTAMA; Dakwaan KEDUA; dan Dakwaan KETIGA Jaksa Penuntut Umum (vrijspraak) sesuai dengan Pasal 191 ayat (1) KUHAP atau setidak-tidaknya MELEPASKAN terdakwa dari semua tuntutan hukum (onstslag van alle rechtsvervolging) sesuai Pasal 191 ayat (2) KUHAP;
4. Menyatakan secara hukum mengembalikan nama baik Terdakwa Wantoyo Bin Suratman seperti semula;
5. Menyatakan barang bukti yang disita dalam perkara ini dikembalikan kepada yang berhak darimana barang bukti tersebut disita;
6. Membebankan biaya perkara ini kepada Negara;

Dan apabila Majelis Hakim Yang Mulia berpendapat lain, maka kami mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

Demikianlah pembelaan (pledooi) ini kami sampaikan selaku Penasihat Hukum Terdakwa Wantoyo Bin Suratman dan semoga kita semua mendapat petunjuk dari Tuhan Yang Maha Esa.

Magelang; Juni 2011
Penasehat Hukum Terdakwa
WANTOYO Bin Suratman





NOOR AUFA, SH