Minggu, 06 Februari 2011

ADVOKAT: Sebuah Kenyataan

ADVOKAT: Sebuah Kenyataan

Sebuah Kenyataan

Hari ini, di bulan februari 2011, aku kedatangan seseorang (untuk selanjutnya kusebut dengan istilah makelar saja) yang meminta tolong agar dapat memberikan bantuan hukum kepada seseorang yang diakui sebagai salah satu temannya. Setelah bercerita panjang lebar tentang kondisi dan realita kasusnya, maka saya berkeseimpulan bahwa orang yang meminta bantuan hukum ini memang seharusnya untuk di tolong.
Akhirnya, masuk pada tahap untuk melakukan kesepakatan tentang harga jasa yang akan kuberikan dalam kasus ini. Berdasarkan realita dan hitungan ku sendiri, kutawarkan harga yang kukira sangat masuk akal dan masih sangat murah karena memang prinsipku hanya sekedar untuk membantu. Kutawarkan harga jasa sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah) saja yang hanya akan ku gunakan untuk transportasi persidangan.
Namun, ternyata si makelar meminta harga yang lebih rendah dengan menyebutkan bahwa sang teman dalam kondisi sungguh memprihatinkan. Ditawarkannya harga Rp 3.000.000,- (Tiga Juta Rupiah). Kusepakati harga yang ditawarkannya karena memang bagiku lebih bertujuan sekedar untukmembantu meski dalam perhitungan angka-angka rasional, aku tidak akan dapat apa-apa dari sisi ekonomi dalam kasus ini. Tapi, setidaknya aku bisa membantu orang tersebut.
Seiring waktu berjalan, mulailah aku menemani orang yang diakui sebagai teman baiknya oleh si makelar. Diceritakanlah kronologis perkara yang dialaminya dan memang tidak berbeda jauh dengan kronologis yang disampaikan si makelar padaku.
Berdasarkan apa yang telah diceritakan sang klien kepadaku, maku kusampaikan aku akan menyusun draft gugatan dalam perkara yang dihadapinya dan besok dia bisa membaca serta menilai draft gugatan yang kubuatkab tersebut sehingga apabila telah disepakati gugatan tersebut akan ku daftakan si pengadilan negeri di kota kantor ku berada.
Setelah keesokan harinya draft gugatan di sepakati oleh sang klien, maka ku daftarkanlah gugatan tersebut.
Tapi, setelah 4 hari gugatan tersebut ku daftarkan, aku kemudian dikunjungi olehsang klien di rumah. Saat di rumah, sang klien bercerita tentang si makelar kepadaku. Apa lacur, ternyata cerita yang disampaikan kepadaku sangat berbeda jauh dengan cerita yang disampaikan si makelar kepadaku.
Dengan juju, sang klien menyampaikan bahwa si makelar memang menyampaikan kepada dirinya aku seorang advokat yang sering membantu orang lain meski dengan biaya murah dan tidak terlalu memberatkan klien. Tapi, satu yang tidak disampaikan si makelar kepada ku, bahwa ternyata si makelar meminta biaya tambahan kepada sang klien untuk biaya non teknis persidangan yang katanya buat pihak lain, hakim dan panitera persidangan. Suatu hal yang sangat tidak bisa ku terima.
Biaya yang diminta pun cukup terbilang besar untuk sebuah kota kecil tempat ku berada. Bahkan, berpuluh kali lipat dari biaya ku sebagai seorang advokat yang menanganin perkara tersebut.
Oh, apa lacur dunia ini. Kenapa bisa terjadi hal begini???
Akhirnya kusampaikan kepada sang klien, ke depan sebaiknya anda berhubungan langsung aja dengan advokat dan jangan memakai oranglain untuk mencari advokat apalagi kalau orang yang anda minta bantuan tersebut adalah hanya sekedar MAKELAR KASUS.