Minggu, 08 Januari 2012

Tindak Pidana Pemalsuan Surat

PEMALSUAN SURAT (PASAL 263 KUHP) Pasal 263 (1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. (2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. Berbagai jenis tindak pidana telah terangkum cukup banyak dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan warisan dari jajahan Belanda, dimana dulunya dikenal dengan istilah Wetbook Van Straftrecht (WvS). Setelah Indonesia merdeka, maka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini, WvS kemudian dijadikan sebagai peraturan pidana yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia dan diubah dengan nama KUHP. Keberadaan KUHP sebagai pedoman umum dalam pemeriksaan perkara pidana, hingga saat ini masih berlaku secara hukum dan mengikat setiap warga Negara meskipun telah diadakan RUU KUHP baru yang dirancang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan filosofis Bangsa Indonesia. Tapi, hingga saat ini, RUU KUHP belum pernah disahkan menjadi suatu aturan hukum yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia. Di luar KUHP sendiri, telah ada beberapa peraturan pidana lainnya yang mengkhususkan pada tindak pidana tertentu, seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana perikanan, tindak pidana terhadap anak, dan lain sebagainya dala suatu undang-undang yang telah terpisah dari KUHP. Salah satu jenis ke jahatan yang dikenal dalam KUHP adalah kejahatan pemalsuan surat, dimana pada awalnya pembentukan peraturan pidana ini bertujuan tujuan untuk melindungi kepentingan hukum publik perihal kepercayaan terhadap kebenaran suatu surat atau akte otentik. Kebenaran pada suatu surat atau akte otentik sendiri sendiri terdiri atas 4 macam , yaitu : 1. Surat atau akte yang menimbulkan suatu hak; 2. Surat atau akte yang menerbitkan suatu perikatan; 3. Surat atau akte yang menimbulkan pembebasan utang; dan 4. Surat atau akte yang dibuat untuk membuktikan suatu hal/keadaan tertentu. Dan, dalam hal surat atau akte ini perbuatan yang dilarang terhadap 4 macam surat tersebut adalah pebuatan membuat surat palsu (valschelijk opmaaken) atau tindakan perbuatan memalsu (vervalsen). Perbuatan membuat surat palsu adalah suatu perbuatan atau tindakan membuat sebuah surat yang sebelumnya tidak ada/belum ada, yang sebagian atau seluruh isinya palsu. Surat yang dihasilkan dari perbuatan ini disebut dengan surat palsu. Sementara perbuatan memalsu adalah segala wujud perbuatan apapun yang ditujukan pada sebuah surat yang sudah ada, dengan cara menghapus, mengubah atau mengganti salah satu isinya surat sehingga berbeda dengan surat semula. Surat ini disebut dengan surat yang dipalsu. Dua unsur perbuatan dan 4 unsur objek surat atau akte tersebut merupakan sesuatu yang bersifat alternative, dimana dalam mendalilkannya sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 263 KUHP harus dibuktikan salah satu wujud perbuatannya dan salah satu objek suratnya. Dimana, dalam proses pembuktiannya melalui dan dengan dengan menggunakan hukum pembuktian sebagaimana telah diatur pada Pasal 183 jo 184 KUHAP. Perbuatan membuat surat, adalah melakukan suatu perbuatan dengan cara apapun mengenai suatu surat atau akte misalnya Akte Kelahiran, sehingga menghasilkan sebuah Akte Kelahiran. Hal-hal yang harus dibuktikan mengenai perbuatan membuat ini antara lain, adalah wujud apa termasuk bagaimana caranya dari perbuatan membuat (misalnya menggunakan mesin cetak/ketik dsb), dan siapa yang melakukan wujud tersebut, berikut kapan waktunya (tempusnya) dan dimana lokasi atau terjadinya peristiwa tersebut(lokusnya). Dalam hal ini, semuanya harus jelas, artinya dapat dibuktikan tanpa keraguan sama sekali. Tidak cukup adanya fakta kedapatan pada seseorang, atau digunakan sebagai bukti oleh seseorang mengenai akte tersebut. Dalam Hukum pembuktian tidak mengenal dan tidak tunduk pada anggapan, melainkan harus dibuktikan setidak-tidaknya memenuhi syarat minimal pembuktian. Hukum pembuktian dibuat untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi setiap orang di negara ini, dan untuk menghindari kesewenang-wenangan hakim dalam menjatuhkan suatu putusan atau vonis pada suatu perkara yang ditanganinya. Pada pasal 183 KUHAP tentang syarat minimal pembuktian, menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk menjatuhkan pidana, ialah syarat subjektif yang juga harus dilandasi syarat objektif. Harus ada suatu keyakinan hakim yang dibentuk berdasarkan minimal dua alat bukti yang syah. Dasar keyakinan hakim yang dibentuk atas dasar (objektif) minimal 2 alat bukti yang syah tersebut adalah hakim yakin tindak pidana telah terjadi, hakim yakin terdakwa tersebut yang telah melakukannya dan hakim yakin terdakwa telah bersalah dalam mealakukan tindak pidana tanpa adanya hal-hal yang bisa memaafkan atau menghapuskan pidana. Oleh karena itu tidak cukup untuk membentuk keyakinan dari sekedar fakta bahwa, misalnya sebuah Akte Kelahiran yang diduga palsu kedapatan pada seseorang, atau fakta ada orang lain yang menyerahkannya kepada orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Fakta yang seperti ini hanya sekedar dapat dipakai sebagai bahan untuk membentuk alat bukti petunjuk saja dan tidak membuktikan sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana diatur pada Pasal 263 KUHP. Terlebih lagi, untuk terbitnya sebuah Akte Kelahiran selalu melalui prosedur baku yang tidak mungkin dibuat oleh satu orang saja. Di dalam sebuah Akte Kelahiran harus dibuktikan dan jelas, tulisan apanya yang palsu? Bisa terjadi tanda tangan Kepala Kantor Catatan Sipil asli, tapi namanya yang fiktif. Dalam kasus seperti ini tidak mudah menentukan siapa sesungguhnya si pembuat? Apakah Kepala Kantor Catatan Sipil atau orang-orang lain? Menggunakan sebuah surat atau akte adalah melakukan perbuatan bagaimanapun wujudnya atas sebuah surat dengan menyerahkan, menunjukkan, mengirimkannya pada orang lain yang orang lain itu kemudian dengan surat itu mengetahui isinya. Ada 2 syarat adanya “seolah-olah surat asli dan tidak dipalsu” dalam Pasal 263 (1) atau (2), ialah: (pertama) perkiraan adanya orang yang terpedaya terhadap surat itu, dan (kedua) surat itu dibuat memang untuk memperdaya orang lain. Arti dapat merugikan menurut Ayat (1) maupun ayat (2) Pasal 263. Istilah “dapat” adalah perkiraan yang dapat dipikirkan oleh orang yang normal. Namun perkiraan itu harus didasarkan pada keadaan yang pasti, jelas dan tertentu. Jika keadaan atau hal-hal tersebut benar-benar ada, maka kerugian itu bisa terjadi. Contoh, sebuah SIM palsu atau dipalsu atas nama A. Bila A mengemudi dengan menggunakan SIM palsu dapat merugikan pengguna jalan dengan alasan keadaan yang harus dibuktikan ialah yang bersangkutan tidak mampu mengemudi dengan baik. Jelas dan tertentu, ialah bagi pengguna jalan, bukan semua orang. Namun jika keadaan itu tidak ada, misalnya pekerjaan A yang digelutinya bertahun-tahun adalah mengemudi, maka perbuatan mengemudikan kendaraan itu tidak dapat merugikan pengguna jalan lainnya, karena kemahiran mengemudi sudah dikuasainya. Maka alasan merugikan pengguna jalan tidak bisa digunakan. Ada perbedaan perihal “dapat merugikan” menurut ayat (1) dan menurut ayat (2). Perbedaannya, ialah surat palsu atau dipalsu menurut ayat (1) belum digunakan, sementara ayat (2) surat sudah digunakan. Oleh karena menurut ayat (2) surat sudah digunakan, maka hal kerugian menurut Ayat (2) harus jelas dan pasti perihal pihak mana yang dirugikan dan kerugian berupa apa yang akan didertia oleh orang/pihak tertentu tersebut. Ada 2 pihak yang dapat menderita kerugian, ialah: (1) Pihak/orang yang namanya disebutkan di dalam surat palsu tersebut, atau (2) Pihak/orang – siapa surat itu pada kenyataaannya digunakan. Namun harus jelas bahwa perkiraan kerugian ini adalah akibat langsung dari penggunaannnya. Artinya tanpa menggunakan surat palsu/dipalsu, kerugian itu tidak mungkin terjadi.

Kamis, 05 Januari 2012

SURAT KUASA KHUSUS

Dalam menghadapi permasalahan hukum, dimana seorang advokat akan bertindak untuk dan atas nama klien yang akan diwakilinya, maka seorang advokat harus melaksanakannya berdasarkan suatu surat kuasa khususu yang ditandatangani oleh advokat selaku penerima kuasa dan ditandatangani pula oleh klien selaku pemberi kuasa diatas meterai yang cukup (yang untuk saat ini dilakukan diatas meterai Rp 6.000,-) Berikut adalah salah satu contoh surat kuasa khusus dari seorang klien kepada advokat yang ditunjuknya untuk mewakilinya dalam suatu perkara hukum. SURAT KUASA KHUSUS Yang bertanda tangan di bawah ini : N a m a : Pekerjaan : Alamat : Dalam hal ini memilih domisili hukum di tempat kuasanya yang tersebut dibawah ini dan memberikan kuasa penuh kepada: ------------------------------------------ NOOR AUFA, S. H. --------------------------------- Advokat ; Konsultan Hukum and Attorney at Law pada AUFA & Partners, yang berkedudukan di Jalan Singosari No 18 Kel. Rejowinangun Selatan Kec. Magelang Selatan Kota Magelang Jawa Tengah; Phone (0293)366643 HP : +6285292061777; email : noor.aufa@yhoo.co.id. ------------------------------------------- K H U S U S -------------------------------------------- Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa mewakili Pemberi Kuasa untuk menyelesaikan permasalahan hukum Pemberi Kuasa : Dalam Perkara : PIDANA / PERDATA / TATA USAHA NEGARA / NIAGA / TIPIKOR / PERBURUHAN Sebagai : PENGGUGAT / TERGUGAT / TERSANGKA / PELAPOR / TERLAPOR / TERDAKWA / PEMOHON / TERMOHON Untuk : Pada Pengadilan Negeri ........ di Kota .............. Untuk itu kepada Penerima Kuasa kami beri hak/wewenang : Untuk dan atas nama Pemberi Kuasa menghadap dan berbicara dengan Pejabat Pengadilan atau di muka sidang Pengadilan/Badan Kehakiman, Kepolisian, Kejaksaan, serta pejabat/pegawai lainnya, atau dengan pihak perorangan, badan/kantor swasta, mengajukan permohonan, membuat serta menandatangani surat-surat, mengajukan gugat balik/gugat rekonpensi, mengajukan bukti surat dan saksi sehubungan dengan perkara ini, membantah atau menyangkal hal-hal yang tidak benar, membaca berkas perkara atau surat-surat, menerima uang dan menandatangani kwitansi, menerima dan atau melakukan pembayaran dalam perkara ini, minta eksekusi, membalas segala perlawanan, mengadakan kompromi atau perdamaian dan menandatangani akte perdamaian.Pada pokoknya menjalankan/melakukan perbuatan atau tindakan yang menurut hukum harus dilakukan atau diberikan oleh seorang Kuasa sehubungan dengan perkara tersebut demi mempertahankan kepentingan Pemberi Kuasa. Surat Kuasa ini diberikan dengan hak substitusi untuk sebagian atau keseluruhannya. Magelang, Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa, NOOR AUFA, SH
Dalam berhadapan dengan proses hukum, maka ada kebiasaan yang terjadi pada praktek penegakan hukum berupa diajukannya somasi kepada pihak lawan dalam sengketa suatu perkara yang dihadapi. Somasi ini digunakan untuk memperingatkan lawan dalam berperkara agar dapat ditempuh jalur penyelesaian diluar pengadilan sehingga akan lebih mempermudah dan mempersingkat penyelesaian suatu perkara. Keuntungan lain apabila hal ini ditempuh, maka diharapkan penyelesaian perkara bisa mencari jalan keluar dengan prinsip WIN-WIN solution. Adapun contoh somasi yang bisa diajukan kepada lawan dalam suatu perkara hukum adalah sebagai berikut : Nomor : Nama Kota; Tanggal Somasi Hal : SOMASI / PANGGILAN Lamp : (-Daftar Berkas yang diajukan seiring dengan somasi) Kepada Yth; NAMA LAWAN DALAM PERKARA di LOKASI LAWAN PERKARA Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini : ---------------------------------------------- NOOR AUFA, SH ------------------------------------------------ Advokat - Konsultan Hukum & Managing Partners pada AUFA & Partners beralamat di Jln Singosari No. 18 Kota Magelang; Telp (0293) 366643; +6285292061777; email : noor.aufa@yahoo.co.id, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama klien kami : Nama Klien; Pekerjaan .................; beralamat di ....................... Bahwa berdasarkan data serta bukti-bukti dokumen yang diserahkan klien kepada kami, patut kami sampaikan bahwa .............................., sehingga hal ini secara tegas dan nyata menimbulkan kerugian baik secara materil maupun immateriil serta tindakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap aturan hukum yang berlaku di negara ini. Oleh karena itu kami mengharapkan kedatangan anda ke kantor kami pada : Hari / Tanggal : Pukul : Acara : membicarakan penyelesaian permasalahan hukum antara anda dengan klien kami secara kekeluargaan/mediasi Apabila tidak diindahkannya panggilan ini, kami akan menempuh jalur hukum baik pidana maupun perdata demi menjaga hak-hak dan kepentingan hukum klien kami. Hormat Kami, KUASA HUKUM NOOR AUFA,SH Tembusan : Disampaikan kepada Yth; 1. Kepaniteraan Pengadilan Negeri 2. Klien 3. Arsip